Tuesday, May 17, 2016



وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَٰذَا حَلَالٌ وَهَٰذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ
dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung. (An Nahal 116)


وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Apa yang didatangkan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.(Al Hasyr 7)

فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ

Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. (yunus 32)

Sabda Nabi:

Artinya: dari A’isyah rd. berkata Ia,  Rasulullah bersabda: Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan kami apa-apa yang tidak ada darinya adalah ditolak (HR Bukhari Muslim)

Rasulullah saw bersabda: dalam sebuah hadits dari Abdullah bin mas’ud dikatkan:

Sabda Rasulullah saw. Berittiba’lah kalian dan jangan kalian membuat kebid’ahan sungguh telah cukup bagi kalian dan semua bid’ah adalah sesat.


Rasulullah saw. Bersabda:

Artinya: Pada suatu hari kami Shalat berjamaah dengan Rasulullah Saw. Kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu beliau memberikan nasehat dengan suatu nasehat yang dapat meneteskan air mata dan menggetarkan hati, ada Shahabat yang berkata sekaligus bertanya kepada beliau, “Nasehat kali ini sepertinya sebagai nasehat pamitan, Apa yang hendak engkau pesankan kepada kami?” kemudian beliau bersabda: Aku berpesan kapada kalian supaya bertaqwa kepada Allah, mendengar dan patuh kepada pemimpin walaupun pemimpin itu orang yang berkulit hitam. Karena barang siapa yang hidup diantara kalian setelah Aku wafat, niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. Pada saat itu, hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah-sunnah Khalifah yang telah mendapat petunjuk dan cerdik pandai, pegang teguh semua itu dan gigitlah dengan gerahammu. Jauhilah perkara bid’ah karena semua bid’ah itu sesat” (HR Imam Abu Daud, Tirmidzi, ad- Darimi, Ibnu Majah dan lainnya, dari Sahabat al-‘irbadh bin Syariah. Lihat Irwa-‘ul Ghalil, Hadits No: 2455)

PESAN PENULIS.

Hai saudaraku! Jauhilah syaithan dan segala bentuk rayuannya dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta carilah Rahmat Allah dan Niatkanlah segala sesuatu yang kita lakukan untuk mencari Rahmat Allah itu. Tetapkanlah diri di dalam Iman kepadanya, karena lihatlah betapa banyak orang-orang yang beriman di waktu pagi namun tidak lagi beriman di waktu petang. Ta’at diwaktu siang namun tidak lagi di waktu malam. Pemikiran yang berubah-ubah, kadang baik dan terkadang buruk, andaikan kita mati dalam keadaan yang buruk apalah gunanya yang baik itu?
Kalaupun kita mati dalam keadan yang baik, bukanlah yang buruk tidak di permasalahkan. Kebaikan menutupi keburukan dan keburukan menutupi kebaikan. Maka rasakanlah dari pagi sampai petang, dari siang sampai malam, berapa besar kebaikan yang kita buat, dan berapa besar pula keburukan yang kita lakukan. lalu jumlahkanlah dan lihatlah, mana yang lebih besar. Maka yang lebih besar itulah menutupi yang kecil. Andaikan kita berbuat baik di waktu pagi, namun kita melakukan kejelekan di waktu sore, bila jelek itu lebih besar tentulah kebaikan yang telah kita buat itu ditutupi oleh yang buruk. Ini semua dibuktikan dengan Ayat Suci Al-Quranul karim Surat Al-kahfi 103
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Demikianlah Balasan mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok.

Untuk itu hati-hatilah dengan sesuatu pekerjaan, sebab di ayat itu bukan dikatakan yang haram saja namun yang sia-siapun bisa juga menghanguskan amalan yang sudah ada dengan sebab-sebab tertentu maksudnya. Maka Nasehat saya sebagai penulis “jangan biarkan amalan yang sudah susah payah kita mengerjakannya hilang begitu saja disebabkan perbuatan yang tiada gunanya”.
Andaikan dengan berleka-leka kita tetap mendapatkan sorganya Allah, tentu Rasulullahpun berleka-leka bersama para Sahabatnya. Lalu mengapa mereka tidak berbuat demikian? Jawablah dan pikirkanlah....... ................... ........... ........ ...

Hai saudaraku! sayangilah diri ini dari murka Allah! Selamatkan jiwa ini dari laknat Allah, sesuaikanlah hidup ini dengang petunjuk Allah do’akanlah diri dan saudara kita yang lainnya agar dia mendapat hidayah dan janganlah suka mengutuk mereka dengan kata-kata hina apalagi membencinya. Bila mereka tersesat, maka arahkanlah mereka kejalan Allah agar kita dan saudara kita selamat dari azab Allah.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Attahrim 6)

        Hai saudaraku hati-hatilah kita dalam hal berfatwa! Janganlah kita memberanikan diri dengan alasan yang bukan Syar’i. Selamatkanlah lidah ini dengan diam bila kita bukan ahlinya, tetapi jika kita mengetahui dengan dalil dan syari’atnya, maka berda’wahlah dengan Syari’at itu!! selamatkan lidah ini dengan dakwah pula.
Yang tak pantas berda’wah bila berda’wah merupakan satu kesalahan. Sebab boleh jadi apa yang dikatakannya itu tidak benar. Yang pantas berda’wah jika tidak berda’wah ini juga salah. Sebab ia telah memendam atau menyembunyikan hukum Allah yang diketahuinya.
Hai saudaraku Orang yang sesat itu bukanlah binatang, tetapi dia adalah manusia juga, sama jasmaninya seperti kita, hanya bedanya ada yang dadanya terisi Iman, dan ada yang dadanya belum terisi iman. Maka apalah salahnya kita membantu mereka dengan mengajak mereka kepada kebaikan, harapan kita agar Allah memberikan Iman kepadanya sebagai tanda setia kita pada mereka.
“Dakwahilah mereka dengan kasih sayang dan marahilah mereka dengan kasih sayang, bencilah mereka dengan kasih sayang pula”, dengan membuktikan dalam do’a kepada Allah swt. Agar kita dan mereka didalam satu jalan menuju ridha Allah ‘Aza wa jalla.
Hai saudaraku taatilah Allah dan Rasulnya serta Hukum-Hukumnya, dan lakukanlah kebaikan dalam rangka mencari ridhanya. Harapan saya, do’akan penulis juga agar selamat di Dunia dan Akhirat, Amiin Ya Rabbal ‘Alamin. ( Medan kamis 16 desember 2011 Abi Maulana Syarifuddin bin Husin).
Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal. (Muhammad 19)





Friday, May 13, 2016



Beberapa amalan-amalan shalih yang dapat dilakukan pada malam nishfu Sya’ban sebagaimana di terangkan oleh para ulama-ulama, antara lain :

1. Shalat sunat tasbih
Para ulama menyebutkan bahwa yang lebih utama pada malam nishfu Sya’ban adalah melaksanakan shalat tasbih yang diajarkan Nabi SAW kepada paman beliau Sayyidina ‘Abbas ra.

Tata Cara Shalat Tasbih
Niat Shalat Tasbih Niat untuk shalat tasbih yang dilakukan dengan dua kali salam
أُصَلِّى سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
Aku berniat shalat sunnah tasbih 2 rakaat karena allah ta'ala
shalat tasbih sama dengan tata cara shalat yang lain, hanya saja ada tambahan bacaan tasbih yaitu:
 سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
Lafadz ini diucapkan sebanyak 75 kali pada tiap raka’at dengan perincian sebagai berikut. Sesudah membaca Al-Fatihah dan surah sebelum ruku sebanyak 15 kali, Ketika ruku’ sesudah membaca do’a ruku’ dibaca lagi sebanyak 10 kali, Ketika bangun dari ruku’ sesudah bacaan i’tidal dibaca 10 kali, Ketika sujud pertama sesudah membaca do’a sujud dibaca 10 kali, Ketika duduk diantara dua sujud sesudah membaca bacaan antara dua sujud dibaca 10 kali, Ketika sujud yang kedua sesudah membaca do’a sujud dibaca lagi sebanyak 10 kali, Ketika bangun dari sujud yang kedua sebelum bangkit (duduk istirahat) dibaca lagi sebanyak 10 kali. (Terus baru berdiri tuk rakaat yang kedua).

2. Shalat sunat awwabin
Imam al-Zabidy mengatakan bahwa para ulama khalaf mewarisi rutinitas ibadah pada malam nishfu Sya’ban dari para ulama sebelumnya dengan melaksanakan shalat enam rakaat setelah shalat Maghrib, setiap dua rakaat satu kali salam. Pada tiap rakaat dibaca surat al-Fatihah dan al-Ikhlash sebanyak enam kali. Tiap selesai dari dua rakaat dilanjutkan dengan membaca surat Yasin, kemudian membaca doa nishfu Sya’ban yang masyhur. Pada pembacaan surat Yasin kali pertama, diniatkan supaya Allah SWT memberikan keberkahan umur. Pada kali kedua, meminta keberkahan rezeki, dan pada kali ketiga berdoa agar diberikan husnul-khatimah.

Amalan ini masyhur disebutkan dalam kitab-kitab ulama sufi muta-akhirin, walaupun beliau belum menemukan dalil yang shahih dari hadits untuk amalan tersebut. Namun, amalan tersebut merupakan amalan yang diamalkan oleh para guru-guru Imam al-Zabidi pada masa itu.

Imam Muhammad Zaki Ibrahim memberikan keterangan tentang shalat tersebut :
أمَّا ما تعوده النَّاس من صلاة ست ركعات أحياناً بين المغرب والعشاء ، فقد وردت عدة أحاديث ثابتة في سنية هذه الركعات الست ، فإذا توسل العبد إلى الله بهن في رجاء جلب المنافع ودفع المضار ، فهو متوسل إليه تعالى بعمل صالح لا اعتراض عليه ، كما أنها تكون في الوقت نفسه نوعاً من صلاة الحاجة المتفق على صحتها بين جميع أهل القبلة ، وهي في الأصل تسمى صلاة الأوَّابين

“Adapun perbuatan yang biasa di lakukan manusia berupa shalat enam rakaat pada beberapa waktu di antara Maghrib dan ‘Isya, maka sungguh terdapat beberapa hadits tentang kesunnahan shalat enam rakaat ini. Maka apabila hamba bertawasul kepada Allah SWT dengan shalat tersebut untuk mengharapkan mendapat manfaat dan dijauhkan mudharat, maka tawasul ini adalah tawasul kepada Allah SWT dengan amalan shalih yang tidak ada pertentangan tentangnya. Sebagaimana halnya shalat tersebut merupakan bagian dari shalat hajat dalam waktu tersendiri yang disepakati keshahihannya oleh sekalian ulama. Pada dasarnya, shalat enam rakaat tersebut dinamakan shalat Awwabin”.

NIAT SHOLAT AWWABIN :
        أُصَلِّي سُنَّةَ اْلأَوَّابِيْنَ ِللهِ تَعَالَى 
Aku niat sholat dua raka’at sunnat awwabin,karena Allah ta’alla.Allahu Akbar


DOA SETELAH SHOLAT :
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَوْدِعُكَ إِيْمَانِيْ فِيْ حَيَاتِيْ وَعِنْدَ مَمَاتِيْ وبَعْدَ مَمَاتِيْ فَاحْفَظْ عَلَيَّ إنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ   3×

“Ya Allah, Aku titipkan kepada-Mu imanku di dalam hidupku, dan ketika matiku, dan setelah matiku, maka jagalah dia untukku. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

MACAM-MACAM CARA (BENTUK) SHOLAT ‘AWWABIN
Terserah cara mana yang mau anda lakukan, semampunya.

1. Sholat 2  rakaat  setelah sholat sunnah ba’da Maghrib dan membaca di setiap rakaatnya :
surat Al Fatihah 1x  , Al Ikhlas 6x ,  Al Falaq 1x dan An Naas 1x.
Faedahnya Allah akan menjaga imannya.

2. Sholat 2 rakaat setelah sholat sunnah ba’da Maghrib setiap malam, dan membaca di setiap rakaatnya :    surat Al Fatihah, Ayat Kursi, surat Al Ikhlas, surat Al Falaq, dan An Nas masing – masing 1x kemudian  setelah  salam  ia bersholawat kepada Nabi SAW 10x dan berdoa.
Faedahnya, ia akan diamankan dari mati su’ul khotimah.

3. Sholat 2  rakaat  setelah sholat sunnah ba’da Maghrib dan membaca di setiap rakaatnya :
surat Al Fatihah, Al Qodr, Al Ikhlas 6x, Al Falaq, dan An Nas masing – masing 1x . 
Faedahnya Allah akan menjaga imannya sampai hari Kiamat.

4. Sholat 2 rakaat setelah sholat Maghrib di malam Jum’at , membaca di setiap rakaatnya :
surat Al Fatihah 1x  dan  Al Zalzalah 15x.
Faedahnya, Allah akan meringankan sakarotul mautnya, diamankan dari adzab kubur, dan dimudahkan melewati shirot.

5. Sholat 4 rokaat setelah Maghrib sebelum berbicara dengan orang lain.
Faedahnya akan mendapat pahala Lailatul Qodar

6. Sholat 6 rokaat setelah Maghrib sebelum berbicara dengan orang lain.
Faedahnya diampuni dosa-doasanya, dan pahalanya menyamai ibadah 12 tahun.

7. Sholat 20 rokaat setelah Maghrib sebelum berbicara dengan orang lain.
Allah SWT akan membangunkan baginya sebuah rumah istana di surga.

3. Membaca surat Yasin sebanyak 3x setelah shalat Maghrib dan berdoa setelahnya
Pada bacaan kali pertama diniatkan supaya Allah SWT memberikan panjang umur beserta diberikan taufik untuk taat. Pada bacaan kali kedua diniatkan supaya dijauhkan dari segala bala dan diberikan halal yang banyak. Dan pada bacaan kali ketiga diniatkan tidak tergantung hidupnya kepada orang lain dan diberikan husnul-khatimah. Setiap kali selesai membaca surat Yasin dilanjutkan dengan membaca doa nishfu Sya’ban yang masyhur seperti tertera berikut ini :

بسم الله الرحمن الرحيم وصَلَّى الله عَلىَ سَيِّدِنَا محمدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلَا يُمَنُّ عَلَيْهِ يَا ذَا اْلجَلَالِ وَاْلِإكْرَامِ يَا ذَا الطَّوْلِ وَلْإِنْعَامِ لَا إِلهِ إِلاَّ أَنْتَ ظَهَرَ اللاَّجِيْنَ، وَجَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ، وَأَمَانَ الْخَائِفِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِيْ عِنْدَكَ فِي أُمِّ الْكِتَابِ شَقِيًّا أَوْ مَحرُوْمًا أَوْ مَطْرُوْدًا أَوْ مُقْتَرًّا عَلَيَّ فِي الرِّزْقِ فَامْحُ اللَّهُمَّ بِفَضْلِكَ شَقَاوَتِي وَحِرْمَانِيْ وَطَرْدِيْ وَإِقْتَارَ رِزْقِـيْ، وَأَثْبِتْنِيْ عِنْدَكَ فِي أُمِّ الْكِتَابِ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ، فَإِنَّكَ قُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحقُّ فِي كِتَابِكَ الْمُنَزَّلِ، عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكَ الْمُرْسَلِ، يَمْحُوْ اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ، إِلِهيْ بِالتَّجَلِّي اْلأَعْظَمِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ الْمُكَرَّمِ اَلَّتِي يُفرَقُ فِيْهَا كُلُّ أَمْرٍ حَكِيْمٍ وَيُبْرَمُ. أَسْأَلُكَ أَنْ تَكْشِفَ عَنَّا مِنَ الْبَلَاءِ مَا نَعْلمُ وَمَا لَا نَعْلَمُ، وَمَا أَنْتَ بِهِ أَعْلَمُ، إِنَكَ أَنْتَ الأَعَزُّ الْأَكْرَمُ، وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ  وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Imam al-Dairabi dalam kitabnya, al-Mujarrabat, menyebutkan bahwa salah satu keistimewaan surat Yasin adalah barangsiapa membaca surat Yasin sebanyak 3x dengan niat sebagaimana tersebut sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan membaca doa nishfu Sya’ban seperti yang telah tertera tersebut, akan tetapi sebelum membaca doa tersebut, terlebih dahulu membaca doa berikut ini, dimana kumpulan kedua doa ini dibaca sebanyak 10x, maka tercapailah hajatnya :

إِلَهِيْ جُوْدُكَ دَلَّنِيْ عَلَيْكَ، وَإِحْسَانُكَ قَرَّبَنِيْ إِلَيْكَ، أَشْكُوْ إِلَيْكَ مَا لَا يَخْفَى عَلَيْكَ، وَأَسْأَلُكَ مَا لَا يَعْسُرُ عَلَيْكَ، إِذْ عِلْمُكَ بِحَالِيْ يَكْفِيْ عَنْ سُؤَالِيْ، يَا مُفَرِّجَ كَرْبِ الْمَكْرُوْبِيْنَ فَرِّجْ عَنِّيْ مَا أَنَا فِيْهِ، لَا إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنْ الظَّالِيْمِنِ، فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْناَهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِيْنَ
Imam Sayyid Hasan bin Quthb ‘Abdullah bin Ba’alawi al-Haddad menambahkan doa berikut ini setelah pembacaan surat Yasin dengan niat seperti tersebut dan setelah doa nishfu Sya’ban yang masyhur yang telah disebutkan sebelumnya :
اَللّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ أَعْظَمِ عِبَادِكَ حَظًّا وَنَصِيْبًا فِي كُلِّ شَيْءٍ قَسَمْتَهُ فِي هذِهِ اللَّيْلَةِ مِنْ نُوْرٍ تَهْدِي بِهِ، أَوْ رَحْمَةٍ تَنْشُرُهَا، أَوْ رِزْقٍ تَبْسُطُهُ، أَوْ فَضْلٍ تَقْسِمُهُ عَلَى عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِيْنَ، يَا اللهُ، يَا اللهُ، لَا إِلهَ إِلَّا أَنْتَ. اَللّهُمَّ هَبْ لِي قَلْبًا تَقِيًّا نَقِــيًّا، مِنَ الشِّرْكِ بَرِيًّا، لَا كَافِرًا وَلَا شَقِيًّا، وَقَلْبًا سَلِيْمًا خَاشِعًا ضَارِعًا. اَللّهُمَّ امْلَأْ قَلْبِي بِنُوْرِكَ وَأَنْوَارِ مُشَاهَدَتِكَ، وَجَمَالِكَ وَكَمَالِكَ وَمَحَبَّتِكَ، وَعِصْمَتِكَ وَقُدْرَتِكَ وَعِلْمِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Lebih panjangnya, doa tersebut dilanjutkan seperti berikut ini :

إِلَهِي تَعَرَّضَ إِلَيْكَ فِي هذِهِ اللَّيْلَةِ الْمُتَعَرِّضُوْنَ، وَقَصَدَكَ وَأَمَلَ مَعْرُوْفَكَ وَفَضْلَكَ الطَّالِبُوْنَ، وَرَغَبَ إِلَى جُوْدِكَ وَكَرَمِكَ الرَّاغِبُوْن،َ وَلَكَ فِي هذِهِ اللَّيْلَةِ نُفَحَاتٌ، وعَطَايَا وَجَوَائِزُ وَمَوَاهِبُ وَهَبَّاتٌ، تَمُنُّ بِهَا عَلَى مَنْ تَشَاءُ مِنْ عِبَادِكَ وَتَخُصُّ بِهَا مَنْ أَحْبَبْتَهُ مِنْ خَلْقِكَ، وَتَمْــنَعُ وَتَحْرُمُ مَنْ لَمْ تَسْبِق لَهُ الْعِنَايَةُ مِنْكَ، فَأَسْأَلُكَ يَا اللهُ بِأَحَبِّ الأَسْمَاءِ إِلَيْكَ، وَأَكْرَمِ الأَنْبِيَاءِ عَلَيْكَ، أَنْ تَجْعَلَنِي مِمَّنْ سَبَقَتْ لَهُ مِنْكَ العِنَايَةُ، وَاجْعَلْنِي مِنْ أَوْفَرِ عِبَادِكَ وَاجْزُلْ خَلْقَكَ حَظًّا وَنَصِيْبًا وَقَسَمًا وَهِبَةً وَعَطِيَّةً فِي كُلِّ خَيْرٍ تَقْسِمُهُ فِي هذِهِ اللَّيْلَةِ أَوْ فِيْمَا بَعْدَهَا مِنْ نُوْرٍ تَهْدِي أَوْ رَحْمَةٍ تَنْشُرُهَا، أَوْ رِزْقٍ تَبْسُطُهُ أَوْ ضَرٍّ تَكْشِفُهُ أَوْ ذَنْبٍ تَغْفِرُهُ أَوْ شِدَّةٍ تَدْفَعُهَا أَوْ فِتْنَةٍ تَصْرِفُهَا أَوْ بَلَاءٍ تَرْفَعُهُ، أَوْ مُعَافَاةٍ تَمُنُّ بِهَا أَوْ عَدُوٍّ تَكْفِيْهِ فَاكْفِنِي كُلَّ شَرٍّ وَوَفِّقْنِي اَللّهُمَّ لِمَكَارِمِ الأَخْلَاقِ وَارْزُقْنِي العَافِيَةَ وَالبَرَكَةَ وَالسَّعَةَ فِي الأَرْزَاقِ وَسَلِّمْنِي مِنَ الرِّجْزِ وَالشِّرْكِ وَالنِّفَاقِ
اَللّهُمَّ إِنَّ لَكَ نَسَمَاتِ لَطَفٍ إِذَا هَبَّتْ عَلَى مَرِيْضِ غَفْلَةٍ شَفَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ نُفَحَاتِ عَطَفٍ إِذَا تَوَجَّهَتْ إِلَى أَسِيْرِ هَوًى أَطْلَقَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ عِنَايَاتِ إِذَا لَاحَظَتْ غَرِيْقًا فِي بَحْرِ ضَلَالَةٍ أَنْقَذَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ سَعَادَاتِ إِذَا أَخَذَتْ بِيَدِ شَقِيٍّ أَسْعَدَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ لَطَائِفَ كَرَمٍ إِذَا ضَاقَتِ الحِيْلَةُ لِمُذْنِبٍ وَسَعَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ فَضَائِلَ وَنِعَمًا إِذَا تَحَوَّلَتْ إِلَى فَاسِدٍ أَصْلَحَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ نَظَرَاتِ رَحْمَةٍ إِذَا نَظَرَتْ بِهَا إِلَى غَافِلٍ أَيْقَظَتْهُ، فَهَبْ لِيَ اللّهُمَّ مِنْ لُطْفِكَ الْخَفِيِّ نَسَمَةً تَشْفِي مَرْضَ غَفْلَتِي، وَانْفَحْنِي مِنْ عَطْفِكَ الوَفِي نَفْحَةً طَيِّبَةً تُطْلِقُ بِهَا أَسِرِي مِنْ وَثَاقِ شَهْوَتِيْ، وَالْحَظْنِي وَاحْفَظْنِي بِعَيْنِ عِنَايَتِكَ مُلَاحَظَةً تُنْقِذُنِي بِهَا وَتُنْجِيْنِي بِهَا مِنْ بَحْرِ الضَّلاَلَةِ, وَآتِنِي مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، تُبَدِّلُنِي بِهَا سَعَادَةً مِنْ شَقَاوَةٍ وَاسْمَعْ دُعَائِي، وَعَجِّلْ إِجَابَتِي، وَاقْضِ حَاجَتِي وَعَافِنِي، وَهَبْ لِي مِنْ كَرَمِكَ وَجُوْدِكَ الْوَاسِعِ مَا تَرْزُقُنِي بِهِ الْإِنَابَةَ إِلَيْكَ مَعَ صِدْقِ اللُّجَاءِ وَقَبُوْلِ الدُّعَاِء، وَأَهِّلْنِي لِقَرْعِ بَابِكَ لِلدُّعَاءِ يَا جَوَّادُ، حَتَّى يَتَّصِلَ قَلْبِي بِمَا عِنْدَكَ، وَتُبَلِّغَنِي بِهَا إِلَى قَصْدِكَ يَا خَيْرَ مَقْصُوْدٍ، وَأَكْرَمَ مَعْبُوْدٍ اِبْتِهَالِي وَتَضَرُّعِي فِي طَلَبِ مَعُوْنَتِكَ وَأَتَّخِذُكَ يَا إِلهِيْ مَفْزَعًا وَمَلْجَأً أَرْفَعُ إِلَيْكَ حَاجَتِي وَمَطَالِبِي وَشَكَوَايَ، وَأُبْدِي إِلَيْكَ ضَرِّي، وَأُفَوِّضُ إِلَيْكَ أَمْرِي وَمُنَاجَاتِي، وَأَعْتَمِدُ عَلَيْكَ فِي جَمِيْعِ أُمُوْرِي وَحَالَاتِي
اَللَّهُمَّ إِنِّي وَهذِهِ اللَّيْلَةَ خَلْقٌ مِنْ خَلْقِكَ فَلَا تَبْلُنِي فِيْهَا وَلَا بَعْدَهَا بِسُوْءٍ وَلَا مَكْرُوْهٍ، وَلَا تُقَدِّرْ عَلَيَّ فِيْهَا مَعْصِيَّةً وَلَا زِلَّةً، وَلَا تُثْبِتْ عَلَيَّ فِيْهَا ذَنْبًا، وَلَا تَبْلُنِي فِيْهَا إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ، وَلَا تُزَيِّنْ لِي جَرَاءَةً عَلَى مَحَارِمِكَ وَلَا رُكُوْنًا إِلَى مَعْصِيَتِكَ، وَلَا مَيْلاً إِلَى مُخَالَفَتِكَ، وَلَا تَرْكًا لِطَاعَتِكَ، وَلَا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّكَ، وَلَا شَكًّا فِي رِزْقِكَ، فَأَسْأَلُكَ اَللّهُمَّ نَظْرَةً مِنْ نَظَرَاتِكَ وَرَحْمَةً مِنْ رَحْمَاتِكَ، وَعَطِيَّةً مِنْ عَطِيَّاتِكَ اللَّطِيْفَةِ، وَارْزُقْنِي مِنْ فَضْلِكَ، وَاكْفِنِي شَرَّ خَلْقِكَ، وَاحْفَظْ عَلَيَّ دِيْنَ الْإِسْلَامِ، وَانْظُرْ إِلَيْنَا بِعَيْنِكَ الَّتِي لَا تَنَامُ، وَآتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
 (3 x )
إِلهِيْ بِالتَّجَلِّي الأَعْظَمِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ الشَّهْرِ الأَكْرَمِ، الَّتِي يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ أَمْرٍ   حَكِيْمٍ وَيُبْرَمُ، اِكْشِفْ عَنَّا مِنَ الْبَلَاءِ مَا نَعْلَمُ وَمَا لَا نَعْلَمُ، وَاغْفِرْ لَنَا مَا أَنْتَ بِهِ أَعْلَمُ
 (3 x )
اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُ مِنْ كُلِّ مَا تَعْلَمُ، إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوْبِ. اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَاَ تَعْلَمُ وَمَا لَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا أَعْلَمُ وَمَا لَا أَعْلَمُ. اَللّهُمَّ إِنَّ الْعِلْمَ عِنْدَكَ وَهُوَ عَنَّا مَحْجُوْبٌ، وَلَا نَعْلَمُ أَمْرًا نَخْتَارُهُ لِأَنْفُسِنَا، وَقَدْ فَوَّضْنَا إِلَيْكَ أُمُوْرَنَا، وَرَفَعْنَا إِلَيْكَ حَاجاَتِنَا وَرَجَوْنَاكَ لِفَاقَاتِنَا وَفَقْرِنَا، فَاَرْشِدْنَا يَا اللهُ، وَثَبِّتْنَا وَوَفِّقْنَا إِلَى أَحَبِّ الْأُمُوْرِ إِلَيْكَ وَأَحْمَدِهَا لَدَيْكَ، فَإِنَّكَ تَحْكُمُ بِمَا تَشَاءُ وَتَفْعَلُ مَا تُرِيْدُ، وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظَيْمِ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ  وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ



4. Berdoa
Imam al-Wana’i menyebutkan bahwa salah satu doa yang baik untuk dibaca pada malam nishfu Sya’ban adalah doa yang disunatkan dibaca pada malam lailatul-qadar, karena malam nishfu Sya’ban merupakan malam yang utama setelah lailatul-qadar. Doa tersebut adalah:

اَللّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي، اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ العَفْوَ وَالْعَافِيَةَ وَالْمُعَافَاةَ الدَّائِمَةَ فِي الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَالآخِرَةِ

Doa lain yang juga bagus untuk dibaca pada malam nishfu Sya’ban adalah doa Nabi Adam ketika beliau thawaf di Ka’bah setelah diturunkan ke bumi :
اَللّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ سِرِّي وَعَلاَنِيَتِي فَاقْبَلْ مَعْذِرَتِي، وَتَعْلَمُ حَاجَتِي فَاَعْطِنِي سُؤْلِي وَتَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي ذَنْبِي. اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيْمَانًا يُبَاشِرُ قَلْبِي، وَيَقِيْنًا صَادِقًا حَتَّى أَعْلَمَ أَنَّهُ لَا يَصِيْبُنِي إِلَّا مَا كَتَبْتَ لِي، وَرَضِّنِي بِقَضَائِكَ
Setelah Nabi Adam membaca doa ini, Allah SWT mengampunkan kesalahan Nabi Adam dan Allah SWT berfirman bahwa siapa saja keturunan Nabi Adam yang membaca doa ini, maka ia akan diampunkan dosanya dan dihilangkan kesusahannya.

Dalam kitab Safinat al-’Ulum, terdapat doa nishfu Sya’ban yang dibaca oleh Imam ‘Abdul Qadir al-Jailani , yaitu:

اَللّهُمَّ إِذْ أَطْلَعْتَ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شِعْبَانَ عَلَى خَلْقِكَ، فَعِدَّ عَلَيْنَا بِمَنِّكَ وَعِتْقِكَ، وَقَدِّرْ لَنَا مِنْ فَضْلِكَ وَاسِعَ رِزْقِكَ، وَاجْعَلْنَا مِمَّنْ يَقُوْمُ لَكَ فِيْهَا بِبَعْضِ حَقِّكَ. اَللّهُمَّ مَنْ قَضَيْتَ فِيْهَا بِوَفَاتِهِ فَاقْضِ مَعَ ذلِكَ لَهُ رَحْمَتَكَ، وَمَنْ قَدَّرْتَ طَوْلَ حَيَاتِهِ فَاجْعَلْ لَهُ مَعَ ذلِكَ نِعْمَتَكَ، وَبَلِّغْنَا مَا لَا تَبْلُغُ الآمَالُ إِلَيْهِ، يَا خَيْرَ مَنْ وَقَفَتِ الْأَقْدَامُ بَيْنَ يَدَيْهِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيْدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ خَلْقِهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
5. Membaca kalimat tahlil, yaitu :

لَا إِلهَ إَلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ
Sebagian ulama menyebutkan, barangsiapa membaca zikir tersebut sebanyak kandungan hurufnya yaitu 2375, niscaya ia akan aman dari marabahaya pada tahun tersebut.

6. Membaca surat al-Dukhan
Imam al-Saraji menyebutkan bahwa barangsiapa membaca awal surat al-Dukhan hingga ayat ke-8 dari awal bulan Sya’ban hingga 15 Sya’ban sebanyak 30x, kemudian ia berzikir dan bershalawat kepada Nabi SAW dan berdoa dengan apa yang ia kehendaki, niscaya doanya akan dikabulkan dengan segerarezeki

Disampaikan oleh Al-Faqir Abi Medan

Khudaim Ilmu di Dayah Darul Hikmah Islamiyyah Peunaga Rayeuk

Alumni Mudi Mesra Samalanga&Al-Fatwa College P.Tiji

Note:
Maqalah ini kami Nukil dari Tulisan Guru kami Yang Mulia Abu Mudi Pimpinan Pesantren Mudi Mesra Samalanga yang berjudul  Kemulian Bulan Sya`ban dan Keutamaan Nisfu Sya`ban Serta Amalan-Amalannya, dengan sedikit tambahan dan penjelasan dari Al-faqir

Thursday, May 12, 2016




Pengantar
Imam Nawawi dan kitab Mahalli sangat termasyur di kalangan santri.apalagi yang ingin mempelajari Hukum islam secara koprehensif.Imam Nawawi sendiri adalah pengarang kitab Minhajjud Thalibin,sedangkan syarahnya kanzul raghibin karya Imam Jalaluddin Mahalli,lebih dikenal sebagai kitab Mahalli,untuk memahami kitab ini,dibutuhkan kecerdasan di atas rata-rata,karena ibaratnya termasuk sulit,mungkin ini menjadi suatu hikmah kenapa kitab para Ulama dulu serasa sulit kita pelajari,mungkin agar kita selalu terikat dengan seorang guru dalam mempelajari ilmu Agama,sebab  kemulian ilmu Syariah harus selalu terjaga secara otentik,tentunya dengan mata rantai kitab(silsilah yang sampai kepada pengarang kitab sendiri) hingga kepada Rasullullah.
    Zaman ini membuat manusia semakin instant,termasuk dalam mempelajari ilmu,sehingga membuat manusia kian instant menjadi sesat,oleh sebab itulah kami terdorong untuk membuka mata hati kita semua walaupun bagaimana susahnya masalah pasti adalah jalan menuju kemudahan,oleh karena itulah karya ini lahir semoga menjadi obat untuk kami di dunia dan akhirat,
    Akhirnya atas keterbatasan kami,kritik dan saran para Ulama dan guru-guru sangat kami harapkan untuk menyempurnakan karya ini

     
Tgk Fakhrur Razi(Abi Medan)
Guru Besar Dayah Darul Hikmah Meulaboh

                            Musta’ir hamba dhaib
                Tgk Fakhrur Razi (Abi Medan) 9/07/2014 pukul 3:55 Wib



Imam Nawawi
Beliau adalah Al-Imam, Al-Hafizh, Syaikhul Islam, Muhyiddin, Yahya bin Syaraf bin Murry bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam An-Nawawi,seorang yang sangat wara’ dan zuhud.Nawawi di sandarkan kepada Nama Kampung beliau Nawa ,sebuah kampung di kota Damaskus,ibukota Suriah sekarang.sedangakan Hizam dibangsakan kepada Kakek beliau Hizam, Beliau dilahirakan di bulan Muharram tahun 631 H
beliau bermukim di Damaskus selama 28 tahun,menurut Ibnu Mubarak : Seseorang yang menetap di suatu negeri selama 4 tahun,dia akan dinisbahkan ke negeri tersebut! saat beliau berusia 7 tahun,waktu beliau tidur di samping bapaknya pada malam 27 ramadhan,tiba-tiba beliau terbangun dari tidurnya di tengah malam.beliau membangunkan bapaknya sembari berkata :ya abati cahaya apakah ini yang memenuhi rumah kita,maka terjagalah semua isi rumah"padahal kami tidak melihat apa-apa,sayapun menyadari bahwa inilah malam lailatur qadar"ujar bapaknya,ini menunjukan bahwa beliau mempunyai kelebihan saat masih kecil malahan menurut kisah yang disampaikan oleh Syekh Yasin yusuf Marakesy,salah seorang waliyullah(687 h) saya melihat syekh saat beliau berumur 10 tahun di Nawa,anak-anak memaksanya untuk bermain-main,namun beliau berlari menghindarinya sembari menangis sebab paksaan mereka,beliau menyibukkan diri membaca Al-quraan saat itu,sehingga hati saya tertarik pada beliau,sedangkan bapaknya membawanya ke toko walaupun begitu jual beli tidak melalaikan beliau dari Al-quraan,sayapun mendatangi gurunya dan saya berpesan: diharapkan nantinya dia akan menjadi orang sangat alim dan paling zuhud di zamannya, manusia akan mengambil manfaat darinya! "apakah anda ahli nujum?tanya guru tersebut "bukan,hanya sanya Allah memberi ilham kepada saya tentang itu",maka sang guru menyampaikan berita tersebut kepada bapak beliau,bapaknyapun terus-menerus memotivasi Imam Nawawi hingga menamatkan Quran pada usia beliau baligh.tatkala usianya beranjak 9 tahun bapak beliau membawanya ke Damaskus di tahun  649 h,maka Imam nawawi tinggal di Madrasah Rawahiyyah,beliau tetap disana tampa berpindah kemanapun hingga beliau meninggal,syekh Yafi(768 h)berkata :saya mendengar sebab beliau memilih menetap di Damaskus(dimsyk) daripada tempat lain karena kehalalannya"
Tahun 651 h beliau naik haji bersama bapaknya,beliau melakukan perjalanan di awal bulan rajab,sehingga bisa menetap di Madinah Munawwarah sebulan setengah bertepatan hari jum'at tahun itu,menurut cerita bapaknya saat mau berangkat dari Nawa hingga hari Arafat Imam nawawi demam namun beliau begitu sabar,tidak mengeluh sama sekali.Setelah sempurna haji,beliau berdua ke Nawa,dan setelah itu kembali lagi ke kota Damaskus,Allahpun melimpahkan untuknya ilmu pengetahuan yang banyak,hingga nyatalah tanda-tanda kecerdasan dan pemahaman beliau,beliau menghafal Muqaddimah Jarjani dalam bidang ilmu nahwu dan Muntakhab pada ilmu usul,beliau juga menghafal kitab Tanbih selama 4 bulan setengah dan menghafal rubu' ibadat kitab Muhazzab serta mendengar syarah dan tashihahan syekhnya Kamal Ishak Magribi(650 h),beliau sangat kosisten belajar pada syekhnya tersebut hingga membuat syekhnya tersebut kagum pada keistiqamahan Imam Nawawi,syeknyapun sangat mencintai beliau dan dijadikan Imam Nawawi sebagai pengulang pelajaran di halqahnya di karenakan jama'ah yang membludak.
Kesibukan dalam menuntut ilmu
Sentantiasa Imam Nawawi bergelut dengan ilmu pengetahuan dan juga mengikuti gurunya syekhnya Kamal Ishak Magribi dalam hal ibadah dari shalat,puasa dahra(puasa tiap hari selain hari yang hari yang diharamkan),zuhud,wara' dan tiada menyia-nyiakan sedikitpun waktunya lebih-lebih setelah wafat gurunya tersebut,beliau menambah kesibukannya dalam ilmu dan amal,disebutkan beliau tiap hari membacakan 12 pelajaran dihadapan guru-gurunya,para gurunya  mensyarah dan metashihnya.12 pelajaran tersebut adalah kitab Wasid dua kali pertemuan,Muhazzab tiga kali,Lum'a Ibnu Jani bidang ilmu nahwu sekali ,Islahul Mantiq ibnu Sikkit tentang bahasa sekali,pelajaran tasrif sekali,ushul fiqh sekali,Lum'a Abu Ishaq sekali,Muntakhab  Syekh Fakhrur Razi sekali,mempelajari nama-nama Rijal sekali,dan Ushuluddin sekali,disamping itu beliau juga semoga allah meridhainya memberi cacatan dan penjelasan pada ibarat,bahasa dan persoalan yang musykil pada pelajaran yang beliau tekuni.pernah suatu kali hatinya terlintas buat mempelajari ilmu kedokteran,beliaupun membeli kitab Al-qanun Ibnu sina,bertekad mendalaminya,seketika itu hatinya menjadi gelap,beberapa hari beliau tidak mampu berbuat apapun,beliaupun berpikir kenapa hal ini terjadi,darimana sumbernya,Allahpun mengilhamkan kepadanya bahwa penyebabnya adalah karena beliau menyibukkan diri mempelajari ilmu kedokteran,mungkin inilah salah satu cara menarik hambanya lebih fokus pada ilmu agama,agar beliau benar-benar menjadi ahli dalam bagian itu,bukan berarti ilmu kedokteran itu tidak penting,malahan Imam Syafi'i sendiri mengatakan bahwa ilmu itu dua:ilmu Agama dan Ilmu Kedokteran,beliaupun menjual kitab aku qanun,dan mengeluarkan dari rumahnya semua ilmu yang berkaitan dengan kedokteran,sehingga hati beliau kembali bersinar seperti sedia kala.
Ibnu 'Attar pernah menyebutkan:guru saya menceritakan bahwa beliau tidak menyia-nyiakan waktu malam dan harinya selain untuk mempelajari ilmu sampai-sampai sedang berjalan di jalanpun beliau mengulang dan mutala'ah,hal seperti ini terjadi hingga enam tahun,kemudian beliau menyibukkan diri dengan mengarang,dan menasehati kaum muslimin dan penguasanya,serta sangat kuat bermujahadah melawan nafsu,beramal dari yang halus-halus permasalahan Fiqh,sangat ingin keluar dari kontrovesial para ulama,muraqabah pada amalan-amalan hati dan memyucikannya dari sifat-sifat buruk,mengintropeksi dirinya selangkah demi selangkah.Beliau sangat mendalami  semua bidang pengetahuan,hafal hadis Rasullullah Sallallahu’alaihi wasalam, mengenal pembagian hadits shahih,hadits bermasalah,aneh lafadnya dan sumber-sumber penggalian hukum ahli fiqh,mengahafal Mazhab dan qaedah-qaedah dan ushulnya,pendapat para sahabat dan tabi'in serta perbedaan pendapat ulama dan kewafatan mereka,beliau menempuh jalan salaf,semua waktunya digunakan pada berbagai ilmu dan  amal,beliau tidak makan dalam sehari semalam kecuali sekali setelah Isya dan  sekali minum ketika sahur,beliau tidak berumah tangga sampai beliau meninggal,karena telah merasa kelezatan ilmu.
    Syaikh-syaikh Imam Nawawi
a.Dalam Ilmu Fiqh
1.Abu Ibrahim Ishaq bin Ahmad bin Usman,magribi Muqaddisi,beliau adalah guru pertamanya dalam ilmu fiqh,beliau seorang Imam yang disepakati ketinggian ilmu dan zuhudnya,wara’ dan banyak ibadah.
2.Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Nuh bin Muhammad,saat itu menjadi mufti Damsakus,beliau seorang yang arif,Zahid,wara’ dan ahli ibadah.
3.Imam Abu Hasan Salar bin Hasan,yang berkumpul padanya kealiman dan keimaman.
Imam Nawawi mengambil ilmu fiqh kepada mereka dengan cara metashih,menyimak,mesyarah dan memberi cacatan.
b.Pada Ilmu Tariqat
    Menurut Syaikh Subki di dalam kitabnya Tabaqatul Qubra,guru Imam Nawawi dalam bidang Tariqat adalah Syaikh Yasin Marakaisy,Imam Nawawi sering mengunjunginya dengan memelihara sopan santun dan beliau mengambil berkah padanya serta bermusyarah dengan beliau tentang berbagai persoalan.
c.Pada Ilmu Hadits
1.Syaik Muhaqqiq abi Ishaq Ibrahim bin Isa Muradi Andalusi AS-syafii
2.Syaikh Hafid Zain Abi Buqa Khalid bin Yusuf ibnu Sa’ad Nablusi,Imam Nawawi membacakan kiatab Kamal fi Asma Rijal dihadapan beliau.
3.Syakh ‘Ali Abi Ishaq Ibrahim bin ‘Ali bin Ahmad bin fadl wasithi
4.Abi Abbas Ahmad bin Dhaim Muqaddisi salah satu pembesar fuqaha mazhab Hambali
5.Abi Muhammad Abdurrahman bin Salim bin Yahya Al-Anbari,salag seorang ahli fiqh mazhab Hambali.
6.Syaikh Syams Ibnu Farj Abdurrahman bin Syaikh Abi Umar Muhammad ibnu Ahmad bin Qudamah Muqaddisi bermazhab Hambali,bilau ini adalah termasuk guru besarnya imam Nawawi.
7. Guru dari para guru Syaik Syarif Abi Muhammad Abdul ‘Aziz bin Abi Abdullah Muhammad bin Abdul Mukhsan Al-Anshari dan banyak lagi syaik-syaik beliau lainnya.
d.Pada Ushul Fiqh
1.’Alamah Qadhi Abi Fath Umar Bin Bandar bin Umar Al-taflisi As-syafii, beliau membacakan kitab Muntakhab karya Ar-Razi dan dan sebagian dari kitab Al-Mustasfa  imam ghazali di hadapannya.
2.Qadhi ‘izd Abi Mufakhar Muhammad bin Abdul qadir bin Abdul khaliq Bin Sha’I Al-anshari Ad-dimsyiq As-syafii
d. Pada Ilmu Bahasa,Nahwu dan Sharaf
1.Syaikh ‘Ali fakhr Al-Maliki,membeliau mempelajai kitab Al-luma’ karya Ibnu Jani kitab beliau.
2.Syaikh Abi Abbas Ahmad bin Salim Al-Mishri seorang ahli Nahwu dan Tasrif dan bahasa,beliau mempelajari kitab Ishlahul Mantiq karya Ibnu sikit  dan kitab Tasrif secara pembahasan mendalam
3.’Alamah Jamal Abi ‘Abdullah Muhammad bin Abdullah ibnu Maliki Jaini yang terkenal dengan Ibnu Malik,kepada beliau imam Nawawi mempelajari semua karya Imam malik serta memberikan cacatan.
Karya-karya
Imam Nawawi Rahimullahu Menyusun sekitar 50 kitab,dalam usianya yang pendek dan waktunya yang sedikit.demikianlah Allah melimpahkan keberkahan kepada beliau.
    Diantara kitab-kitabnya :
1.Syarah Muslim,menurut hafidz Saqawi : Syarah Muslim ini sangat besar keberkahannya,di dalam terkumpul syarah-syarah Ulama dahulu.
2.Riyadus Shalihin.
3.Al-Adzkar
4.Arbain, yang banyak disyarah oleh para Ulama
5.Tibyan
6.Tarkihs fil Ikram wal qiyam
7.Al-irsyad fi ulumul hadits
8.Tahzib Al-asma wa lughat
9.Raudtut Thalibin
10.Minhaj,menurut Al-Hafidz Syaqawi kitab ini besar manfaatnya dan paling banyak dihafal setelah Imam Nawawi meninggal,dan salah satu syarahnya adalah Kitab Mahalli karyaSyaik Jalaluddin Mahalli yang Insya Allah akan kita  terjemahkan Muqaddimahnya
11.Majmu’,menurut Qadhi Safd : kitab ini tiada bandingannya dan belum pernah orang menyusun kitab seperti ini.
12.Al-Fatwa adalah susunan murid beliau Ibnu ‘Attar
13.”AlIdhah fi manasik Hajj
14.Bustanul ‘Arifin,menurut Al-Hafid Saqawi adalah kitab sangat indah
16.Manaqib As-syafi’I,yang harus di ketahui oleh semua penuntut ilmu
 dan kitab-kitab lainnya
      Kitab-kitab beliau sangat banyak banyak manfaatnya dan tersebar ke seluruh penjuru dan banyak orang berlomba ingin mendapatkannya,inilah hal yang nyata dari keberkahan kitab-kitab beliau
Qadhi Safdi  dalam Thabaqat Syafiiyah,saat menguraikan biografi Imam Nawawi beliau berkata:Saya mendengar Jamaluddin Mahmud Bin Jumlah Dimsyiki As-syafi’i,pengkhutbah di Mesjid Jami’ al-Umawy,beliau berkata di hadapan para jama’ah masyaik masa itu bahwa beliau mendengar seseorang berkata,sedangkan beliau diantara tidur dan terjaga :Sesungguhnya Allah melimpahkan limpahan yang banyak ke Kubur Imam Nawawi ,limpahan tersebutpun mengalir ke kitab-kitab beliau karena itulah Kitab-kitab beliau tersebar dan termasyur”.
Murid-muridnya
Pengajian beliau diikuti oleh para Ulama dan HAmin ‘afid serta pembesar-pembesar,ilmu dan fatwanya tersebar ke seluruh Negeri sebagian orang yang menenguk ilmu dari beliau adalah:
1.’Alamah Khadim ‘Alauddin bnu ‘Attar.
2.Syaikh Abu Abbas bin Ibrahim bin Mus’ab seorang ahli Nahwu
3.Muhaddits Abu ‘Abbas Ahmad bin Faraj Isybili
4.Syaikh Syihab Ahmad bin Muhammad bin Abbas bin Ja’wan,seorang mufti yang zuhud
5.Syaikh Rasyid Ismail bin Usman bin Abdul karim bin Mu’allin bermazhab hanafi.
6.Jamal Rafi’ Samidi ibnu hajras bin sya’i,seorang ahli hadits dan banyak lainnya.
    Diceritakan oleh ‘alamah  faqih syarif abu Zakaria Munawi semoga Allah merahmati beliau dari Wali Allah syaikh Abi Zar’ah Al-‘iraqi bahwa para Jinpun membaca(mempelajari ilmu) dihadapannya,ada sebagian penuntun ilmu bersama beliau,tiba-tiba seekor ular masuk,penuntut ilmu tersebut ketakutan,Imam Nawawi menenangkannya sambil memperkenalkan bahwa ular tersebut adalah salah satu penutut ilmu dari golongan jin.Imam Nawawi berkata : Bukankah aku telah mencegahmu berubah seperti ini,beliaupun mempersaudara penuntut ilmu itu dengan jin tersebut,saat jin ingin pulang ke tempatnya di bagdad atau Iraq,meminta izin oleh penuntut ilmu kepada sang Imam untuk sama-sama berangkat untuk menenggok Negeri Jin tersebut,Syaikpun mengizinkan serta mengwasiatkan  bahwa jin merubah dirinya berupa unta dan menyuruh penuntut ilmu tersebut mengenderainya dan berkata kepadanya ; Bila kamu merasa sangat dingin pejamkan matamu karena jin tersebut akan menerbangkannya ke udara,penuntut tersebut mengikuti semua pesan imam Nawawi sehingga turunlah mereka di tempat yang dimaksudkan kemudian merekapun kembali lagi bersama-sama dan syaik tidak memesan untuk dibawakan  buah apapun dari tempat tersebut.
Dan termasyur bahwa Nabi khaidir berkumpul dengan Imam Nawawi .dan Imam Nawawipun berkata dalam Kitab Tahzib mayoritas para ulama berpendapat  bahwa Nabi Khaidir masih hidup dan ada diantara kita.
    Syaikh Mu’mar Abu Qasim ibnu  Amir Mizzi,seorang syekh yang shaleh dan jujur,beliau termasuk kalangan Akhyar,bahwa beliau pernah bermimpi,beliau berkata : Saya mendengar suara Lonceng,saya merasa takjub,sayapun bertanya : Ada apa ini ?,maka ada orang menjawab : Malam ini diangkatnya wali Qutub yahya Nawawi –Rahimullah-,akupun terjaga dari tidur,maka aku terjaga dari tidur,aku tidak mengenal Syekh dan pernah aku sebelumnya,sewaktu aku memasuki Kota Damskus untuk suatu keperluan,aku menceritakan syaikh yang kutemui dalam mimpi kepada seseorang,orang itu berkata :Beliau adalah guru Besar Darul Hadis Asyrafiah,beliau sedang duduk disana menyampaikan  pelajarannya,aku meminta petunjuk padanya dan aku memasuki majelis tersebut,aku mendapati syekh sedang duduk dikelilingi .
oleh para Jama’ah,tiba-tiba pandangan beliau menuju arahku,beliau bangkit berjalan ke arahku di ujung ruangan,meninggalkan jama’ah,tidak membiarkan saya berbicara,dan beliau berkata : Sembunyikanlah apa yang ada pada kamu,jangan kamu berbicara kepada seorangpun.kemudian beliau kembali ke tempatnya,dan tidak menambah lebih dari itu,dan saya belum melihatnya sebelum itu dan tak pernah bertemu beliau sesudahnya.
Menurut Hafidz Sakawi,para Ahli Kasyaf berkata: Imam Nawawi tidak meninggal sebelum menjadi wali Qutub.
Berkata Arif Muhaqqiq Mukasyif Abu Abdurrahman Muhammad Ikmimi Qaddasallahu sirrahu: Adalah Syaik menempuh jalan para Sahabat RA dan tidak aku Ketahui seorangpun pada masanya berjalan pada Jalan sahabat selainnya
Berkata syaik Takiyuddin Subki Tidak berkumpul sesudah Tabi’in Kumpulan yang berkumpul di hadapan Imam Nawawi dan di permudah seperti dipermudah kepada beliau.
Menyebutkan oleh seorang Wali Allah Abu Hasan Muqim di Mesjid Baitul Kahya yang di luar kota Damaskus,beliau berujar : Ketika kaki saya terkena sakit encok,Syaik membesuk saya,tatkala beliau duduk di sampingku beliau memulai berbicara tentang kesabaran,tiap kali  beliau berbicara penyakitku sedekit demi sedikit berkurang,hingga hilang total,akupun menyadari bahwa hilangnya tersebut dengan berkat beliau.
Berkata oleh Jammaah di Nawa,Mereka meminta pada suatu hari agar beliau tidak melupakan mereka  di hari qiyamat,beliau menjawab :Jika ada bagi saya disana kedudukan,demi Allah saya tidak akan masuk surga sedangkan orang yang kukenal masih dibelakangku”.
Menurut Syaikh Taki Muhammad bin Hasan Al-lakmi :Bahwa banyak kekeramatan imam Nawawi terlihat nyata seperti mendengar hatib(suara yang tidak Nampak wujudnya),membuka pintu yang terkunci dengan gembok dan mengembalikannya seperti sedia kala,membelah dinding di malam hari dan keluar dari seorang yang bagus rupanya,beliau berbicara dengan orang tersebut tentang kebaikan dunia dan akhirat,berkumpulnya beliau dengan para Aulia yang tersembunyi,tersingkap hal seseorang yang tidak mengetahui kecuali Allah dan orang bersangkutan,dan memberitau tentang kematian dirinya waktu beliau di Damaskus.
    Apabila beliau berbicara,beliau membukanya dengan alhamdulilah dan memuji Allah,jika beliau menyebut Nama Nabi Muhammad belaiu menguatkan suaranya bershalawat kepada Nabi Muhammmad SAW,bila menyebut para Shalihin beliau menyebutnya dengan penuh ta’dimdan penghormatan,memuliakan,menyebut tentang kepemimpinan,sejarah hidup dan keramat mereka.
Diantara Kasyaf(terbuka hijabnya) apa yang diceritakan oleh Zain Umar bin Wardi saat menyampaikan biografi syamsu ibnu Naqib daripada sejarahnya,beliau berkata : Waktu saya bertemu Imam Nawawi saya masih anak-anak semoga Allah merahmatinya di hari-hari beliau menyibukan diri dengan Allah, beliau menyambutku sambil berujar :Selamat datang wahai Hakim Agung! Saya melihat tak ada seorangpun bersama beliau selain aku,maka belaiu berkata kepadaku: Duduklah Waha guru orang Syam!,akhir apa yang beliau katakana menjadi kenyataan.
Berkata oleh seorang ahli fiqh syaikh Abi ‘Ali Said bin Usman Syawa-I Al-jabaruthi: Saya melihat Nabi dalam mimpi saya berdiri tepi pantai yang terbelah,beliau bersabda: Apabila berbeda pendapat pengarang Muhazzab dan pendapat imam Ghazali dan Imam Nawawi,Ambillah dari pendapat Nawawi,beliau lebih mengenal sunnahku,aku bermimpi beliau pada kali kedua dan aku bertanya tentang imam Nawawi, Rasullullah menjawab :beliau adalah penghidup agamaku”
Wara’dan kesederhanaan hidup
    Imam Nawawi tidak pernah memakan buah-buahan dari Damaskus,Ada orang bertanya Kenapa begitu?,beliau menjawab :Bahwa buah-buahan di Damaskus banyak dari harta Wakaf dan harta  yang dilarang syara’ untuk dibelanjakan(Hajr)dan tidak bolehkan mempergunakan harta tersebut kecuali untuk suatu kemaslahatan atau dengan cara musaqah(paroan kebun) atau dengan kata lain meyerahkan pohon kurma atau anggur kepada perkerja agar memeliharanya dengan menyiram dan menjaganya dengan perjanjian bahwa bahwa dia berhak terhadap bagian yang jelas dari buahnya
    Beliau meninggalkan semua yang bersifat keduniawian sehingga beliau tidak mengambil gaji satu dirhampun dari Madrasah Asrafiyah,tempat beliau mengajar bahkan beliau membeli kitab-kitab dan mengwakafkan ke Madrasah tersebut
Beliau tak pernah mengkomsumsi kurma muda dan air dingin seperti kebiasaan orang-orang Damaskus ,beliau benar-benar menjauhi kelezatan dunia baik dari segi makanan dan lainnya.Beliau tidak menikah dikarenakan kesibukan dalam ilmu dan amal,beliau makan sehari semalam Cuma sekali dan sekali minum ketika sahur,bila beliau minum tak pernah meminum air dingin.
    Imam Zahabi pernah berkata : Beliau bukanlah  orang yang suka berlebihan dan bernikmat-nikmat sebab ketakwaaan,qana’ah dan wara’ dan muraqabah(merasa selalu dalam pengawasan  Allah  baik sendirian atau di tempat ramai,meninggal semua yang sia-sia,baik dari pakaian yang bagus,makanan enak atau memperindah tampilan,beliau berjenggot tebal dan sangat berwibawa,sedikit tertawa,tidak pernah bermain-main,selalu serius,berkata benar walaupun itu pahit,tidak takut pada celaan orang mencela kalau memang itu karena Allah.
    Karena sangat wara’nya beliau jarang menerima tamu dari anak muda,malahan beliau menujuki mereka untuk belajar kepada Syeikh Aminuddin Asytari,karena pengetahuan agama dan amanatnya beliau berpendapat haram melihat Amrad(pemuda tampan) berbeda dengan pendapat Imam Rafi’I rahimahullah
Pujian para Ulama
1.Syekh ‘Alamah Alauddin Ali bin Ibrahim(Ibnu Attar),pelayan beliau.
“Guruku dan ikutanku adalah Imam yang mempunyai karya yang banyak serta sangat bermanfaat,ahli tauhid dan satu-satunya di masanya,banyak berpuasa,shalat malam,zahid pada dunia dan gemar pada akhirat,berakhlak tinggi dan mulia,’Alim Rabbani,mendalam ilmunya dalam semua bidang(Muhaqqiq dan muzaqqiq),dan ketinggiannya pada zuhud,wara’,ibadat dan menjaga diri pada semua perkataan,perbuatan dan keadaan,baginya kekeramatan yang melimpah dan nyata,menghafal hadits-hadits Rasullullah Sallallahu ‘alaihi wassalam,mengenal keshahihan,ketimpangan,keghariban lafad-lafadz hadits dan keshahihan makna-maknanya dan penggalian hukum fiqh darinya,menghafal mazhab Syafi’i,qaedah-qaedah,ushul dan furu’nya serta mazhab sahabat ,tabi’n,perbedaan pendapat ulama, kesepakatan dan ijma’ mereka.
2.Syekh Taqiyuddun Muhammad bin Hasan Al-lakhmi
“Beliau adalah orang yang ‘alim ilmu fiqh,cabang-cabangnya(furu’) dari pendapat-pendapat Imam Syafi’I dan sahabat-sahabatnya,selama 20 tahun mengajarkan berfatwa dan mengajarkan manusia ilmu dan fiqh,hadits,adab dan zuhud,tiada pada masa itu di Negeri-negeri orang Islam orang seperti beliau,muhaqqiq,hafidz,mantap dalam ilmu,wara’.mendalami hadits,mengetahui shahih,hasan dan hadits-hadits yang bermasalah,beliau di puji oleh para imam-imam yang shaleh dan Ulama-ulama yang ‘Arif,kaum muslimin mengalami kesedihan luar biasa setelah beliau meninggal.
3.Syekh Syamsuddin Muhammad bin Fakhru Abdurrahman bin yusuf Ba’li
Beliau adalah Imam yang mendalam ilmunya,hafidz,menggeluti semua ilmu,mengarang kitab-kitab besar,sangat wara’ dan zahud,dan beliau selalu menyerukan pada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran raja-raja,pejabat-pejabat dan rakyat biasa,kita meminta kepada Allah meridhainya dan kita semua dengan berkat beliau.
4.Syaikh Quthubuddin Musa Yunaini Al-Hambali
Beliau seorang ahli hadits yang zahid,ahli ibadat yang wara’,sangat banyak pengetahuannya,pemilik karya bermanfaat,beliau satu-satunya orang wara’ dan banyak beribadat di masanya,menyedikitkan dunia,mencurahkan diri memberi manfaat dan menyusun kitab,sangat tawaddu’,kasar pakaian dan makanan,memerintah kebaikan dan melarang kemungkaran.
5.Syaik Hafid Barzali
Beliau Seorang syaik,imam,al-Hafidz,Zahid,wara’,ahli ibadat,menyedikitkan dunia,dan berpuasa dahr(berpuasa setiap hari kecuali hari tasyriq)
6.Syaikh Syamsuddin Zhahabi berkata dalam kitabnya Syirul Nubula
Beliau seorang guru besar imam ikutan ummat,Al-hafidz,Zahid,ahli ibadat,ahli fiqh,mujtahid,Rabbani,syaikh Islam,seorang selalu melakukan kebaikan setiap hari,penghidup ilmu agama,pemilik karya-karya yang termasyur ke seluruh penjuru,yang menyibukkan dirinya dengan ilmu,amal dan menyusun kitab,mengintropeksi diri,mencari keridhaan Allah Ta’ala,selalu beribadah,berpuasa,memuji Allah,berzikir dan melakukan wirid,menjaga panca indra dari maksiat dan perbuatan sia-sia,mengenal hadits,menggeluti ilmu-ilmu dan orang-orang yang meriwayatnya,pimpinan pada penukilan mazhab,mahir dalam semua pengetahuan islam.
Sedangkan di kitab Tarikhul Islam Imam zahabimenyebutkan
Beliau adalah Mufti Ummat,Syaikhul Islam,Al-hafidz,Zahid,satu-satunya ‘alim dan termasuk waliyullah.
7.Syaikh ‘Alamah Zainuddin Umar bin Wardi berkata pada tarikhnya:
Imam Nawawi adalah Syaikhul Islam,”alim Rabbani,Zahid,penghidup Agama,beliau mempunyai perjalanan tersendiri pada semua ilmu,karya dan agama,keyakinan,wara’,zuhud,mencukupi dengan sedikit,ibadat,tahajjud dan takut pada Allah.
8.Wali Allah ‘Affif Yafi berkata pada kitab tarikhnya:
Imam Nawawi syaikhul Islam Mufti manusia,muhaddits yang mantap,Muhaqqiq,mudaqqiq,sangat pandai,bermanfaat untuk orang dekat dan jauh,pengurai mazhab,member standard dan menyusunnya,salah satu ahli ibadah yang wara’ dan zuhud,’Alim yang mengamalkan ilmunnya,peneliti yang mempunyai kelebihan,wali besar,pimpinan yang masyur.
9.Tajuddid Abu Nashr As-subki berkata dalam kitab Thabaqatus Syafi’iyyah Kubra
Beliau adalah guru besar dan Imam yang sangat ‘alim,penghidup Agama,abu Zakaria.syaikhul Islam,gurunya mutaakhirin,hujjatulllah untuk orang-orang yang akan datang,penyeru ke jalan salaf,beliau adalah yahya semoga Allah merahmatinya pimpinan yang mengendalikan dan mematahkan nafsu,zahid,tidak memperdulikan dunia yang hina,beliau hanya membangun agama.
10.Syaikh Al-hafidh ‘Imaduddin ibnu katsir berkata di kitab tarikhnya
Beliau adalah syaikh,seorang imam yang sangat alim,syaikh mazhab,pembesar ahli fiqh pada zamannya,yang menguasai inti pengetahuan orang-orang dahulu,seorang zuhud,ahli ibadat, memilih yang terbaik dari sauatu perkara, manusia berkumpul untuk mempelajari pengetahuan darinya,memfokuskan perhatian pada ilmu yang orang lain tidak mampu melakukannya,beliau tidak menyia-nyiakan sedikitpun waktunya.
11.Qadhi Safdh Muhammad bin abdurraman Usmani
Imam Nawawi adalah syaikhul Islam keberkahan bagi  golongan syafi’iyah,penghidup dan penglurus mazhab,orang yang tetap mengamalkan pendapat paling rajah(kuat) diantara ahli fiqh,wali Allah yang ‘arif,qutb,hidup dalam kesusahan,wara’,memelihara diri,salah satu dari ulama ‘arifin,ahli ibadah yang shalih yang mengumpulkan diantara ilmu,ibadat,amal dan zuhud.
12.Syekh Taqiyuddin ibnu Qadhi suhbah berkata dalam Thabaqatus Syafiiyah
Beliau adalah seorang fiqh.al-hafidz,Zahid,salah satu orang yang sangat ‘alim,syaikhul Islam,penghidup Agama Abu Zakaria.
Nasehat dan wasiat
Kisahnya, suatu ketika seorang sultan dan raja, bernama azh-Zhahir Bybres datang ke Damaskus. Beliau datang dari Mesir setelah memerangi tentara Tatar dan berhasil mengusir mereka. Saat itu, seorang wakil Baitul Mal mengadu kepadanya bahwa kebanyakan kebun-kebun di Syam masih milik negara. Pengaduan ini membuat sang raja langsung memerintahkan agar kebun-kebun tersebut dipagari dan disegel. Hanya orang yang mengklaim kepemilikannya di situ saja yang diperkenankan untuk menuntut haknya asalkan menunjukkan bukti, yaitu berupa sertifikat kepemilikan.
Akhirnya, para penduduk banyak yang mengadu kepada Imam an-Nawawi di Dar al-Hadits. Beliau pun menanggapinya dengan langsung menulis surat kepada sang raja.
Sang Sultan gusar dengan keberaniannya ini yang dianggap sebagai sebuah kelancangan. Oleh karena itu, dengan serta merta dia memerintahkan bawahannya agar memotong gaji ulama ini dan memberhentikannya dari kedudukannya. Para bawahannya tidak dapat menyembunyikan keheranan mereka dengan menyeletuk, “Sesungguhnya, ulama ini tidak memiliki gaji dan tidak pula kedudukan, paduka !!”.
Menyadari bahwa hanya dengan surat saja tidak mempan, maka Imam an-Nawawi langsung pergi sendiri menemui sang Sultan dan menasehatinya dengan ucapan yang keras dan pedas. Rupanya, sang Sultan ingin bertindak kasar terhadap diri beliau, namun Allah telah memalingkan hatinya dari hal itu, sehingga selamatlah Syaikh yang ikhlas ini. Akhirnya, sang Sultan membatalkan masalah penyegelan terhadap kebun-kebun tersebut, sehingga orang-orang terlepas dari bencananya dan merasa tentram kembali.
Wafatnya
            Pada tahun 676 H, Imam an-Nawawi kembali ke kampung halamannya, Nawa, setelah mengembalikan buku-buku yang dipinjamnya dari badan urusan Waqaf di Damaskus. Di sana beliau sempat berziarah ke kuburan para syaikhnya. Beliau tidak lupa mendo’akan mereka atas jasa-jasa mereka sembari menangis. Setelah menziarahi kuburan ayahnya, beliau mengunjungi Baitul Maqdis dan kota al-Khalil, lalu pulang lagi ke ‘Nawa’. Sepulangnya dari sanalah beliau jatuh sakit dan tak berapa lama dari itu, beliau dipanggil menghadap al-Khaliq pada tanggal 24 Rajab pada tahun itu. Di antara ulama yang ikut menyalatkannya adalah al-Qadly, ‘Izzuddin Muhammad bin ash-Sha`igh dan beberapa orang shahabatnya.
            Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat-Nya yang luas dan menerima seluruh amal shalihnya. Amin.

MUQADDIMAH AL-MAHALLI
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan Nama Allah yang  Maha pengasih lagi maha Penyayang
 الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إنْعَامِهِ
Segala puji milik Allah atas limpahan nikmatnya
 ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَأَصْحَابِهِ
Shalawat dan salam kepada penghulu(saidi) kita Muhammad dan Keluarga dan semua sahabatnya
سَيِّد (penghulu)digunakan untuk orang yang mulia pada kaumnya atau untuk yang orang dikuti atau raja     
آلِهِ (Keluarganya)adalah mereka yang mukmin dan mukminat dari  anak-anak Bani Hasyim dan Muthallib
أَصْحَابِهِ(Sahabatnya) adalah orang yang berkumpul dengan Nabi hal keadaan beriman dengan Nabi kita Muhammad SAW ketika Nubuatnya pada hidup beliau walaupun tidak lama menyertainya atau tidak melihat beliau,yang di maksud Ijtima’(berkumpul)adalah secara ‘urfi,maka termasuklah seperti orang buta,orang yang tidur,anak kecil,Nabi khaidir dan Nabi Isa Alaihima wasallam.dan tidak termasuk orang melihat dalam mimpi atau berkumpul di langit pada malam isra’,dan termasuk Sahabat dari anak adam,jin dan malaikat,dan tidak termasuk orang mukmin yang menjadi kafir walaupun secara hukum seperti anak kecil,dan disyaratkan menjadi sahabat orang yang dalam kondisi beriman karena tetap persahabatannya sesudah wafat beliau bukan karena semata-mata disebut sahabat saja.
                
 هَذَا مَا دَعَتْ إلَيْهِ حَاجَةُ الْمُتَفَهِّمِينَ لِمِنْهَاجِ الْفِقْهِ مِنْ شَرْحٍ
Ini sesuatu yang memotivasi  kepadanya oleh kebutuhan orang-orang yang ingin memahami Minhaj Fiqh pada sebuah syarah
الْمُتَفَهِّمِينَ  adalah thalibul fahmi(orang yang mencari pemahaman bisa  diartikan sebagai muta’llim(penuntut ilmu) atau mu’allim(guru)
شَرْحٍ(syarah) artinya menyingkap dan memperjelas dengan nyata
يُحِلُّ أَلْفَاظَهُ وَيُبَيِّنُ مُرَادَهُ ، وَيُتَمِّمُ مُفَادَهُ عَلَى وَجْهٍ لَطِيفٍ خَالٍ عَنْ الْحَشْوِ وَالتَّطْوِيلِ حَاوٍ لِلدَّلِيلِ وَالتَّعْلِيلِ ،
Yang menguraikan lafad-lafad dan menjelaskan tujuan,meyempurnakann semua faedahnya dalam bentuk yang  tipis yang kosong dari ketidak beraturan dan bertele-tele yang mengandung dalil dan ‘ilat
مُفَادَهُ artinya faedah
الْحَشْوِ adalah penambahan yang berbeda tampa faedah
وَالتَّطْوِيلِ adalah penambahan yang tidak menentukan dasar
 maksud
لِلدَّلِيلِ (dalil)adalah sesuatu yang disebutkan  untuk menetapkan hukum dari kitab,sunnah,ijma’.qiyas atau istishab
وَالتَّعْلِيلِ(‘illat) adalah menampakan faedah hukum

وَاَللَّهَ أَسْأَلُ أَنْ يَنْفَعَ بِهِ وَهُوَ حَسْبِي وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
Dan akan Allah aku meminta agar syarah ini memberi manfaat,Allah Maha mencukupi dan sebaik-baik tempat berserah diri
وَاَللَّهَ أَسْأَلُ didahulukan maf’ul(Allah) untuk berfaedah takshis
حَسْبِي artinya Allah mencukupi aku
الْوَكِيلُ bermakna pemelihara,tempat berpegang,tempat berlindung atau tempat meminta tolong yang mengurus kemaslahatan makluk atau yang diserahkan kepadanya pengaturan(tadbir)mereka
قَالَ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى ( بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ) أَيْ أَفْتَتِحُ
Telah berkatalah pengarang(Imam Nawawi)Semoga Allah Ta’ala merahmatinya:Dengan Nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha Peyayang artinya aku mebuka
أَفْتَتِحُ(aku membuka)kalimat yang cocok untuk penggantinya adalah أؤلف (Aku karang) sebab berposisi khusus dan mencakup semua,ditakdirkan  fi’il(Kata kerja) dan tempatnya di akhir bismillah sebab meninjau pada asal perkerjaan dan berfaedah iktisas(mengkhususkan)
 ( الْحَمْدُ لِلَّهِ ) هِيَ مِنْ صِيَغِ الْحَمْدِ وَهُوَ الْوَصْفُ بِالْجَمِيلِ إذْ الْقَصْدُ بِهَا الثَّنَاءُ عَلَى اللَّهِ بِمَضْمُونِهَا مِنْ أَنَّهُ مَالِكٌ لِجَمِيعِ الْحَمْدِ مِنْ الْخَلْقِ أَوْ مُسْتَحِقٌّ لِأَنْ يَحْمَدُوهُ لَا الْإِخْبَارُ بِذَلِكَ
Segala puji milik Allah adalah bentuk pujian yang menggambarkan kebagusan karena maksudnya adalah pujian pada Allah dengan kandungan Alhamdulillah sebab Allah adalah pemilik sekalian pujian dari makluk atau pantaslah mereka memuji-Nya bukan bermaksud Alhamdulillah menginformasikan pujian tersebut
الْحَمْدُ(segala puji) adalah salah satu dari kumpulan lafadz  yang dapat memenuhi pujian sebab pujian juga dapat dilakukan dengan selainnya
 ( الْبَرِّ ) بِالْفَتْحِ أَيْ الْمُحْسِنِ ( الْجَوَادِ ) بِالتَّخْفِيفِ أَيْ الْكَثِيرِ الْجُودِ أَيْ الْعَطَاءِ ( الَّذِي جَلَّتْ ) أَيْ عَظُمَتْ ( نِعَمُهُ ) جَمْعُ نِعْمَةٍ بِمَعْنَى إنْعَامٍ ( عَنْ الْإِحْصَاءِ ) أَيْ الضَّبْطِ ( بِالْأَعْدَادِ ) أَيْ بِجَمِيعِهَا
الْبَرِّ(Al-barri) dibaca dengan Ba berbaris di atas artinya yang berbuat baik ( الْجَوَادِ )   dibaca dengan takfif adalah yang banyak karunia atau pemberian,segala nikmatnya sangatlah besar  نِعَمُهُ ) )jamak dari نِعْمَةٍ dengan makna memberi kenikmatan yang tak dapat dihitung atau dibatasi dengan  seluruh angka dan bilangan.

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
Dan jika kamu menghitung segala nikmat Allah,Kamu tidak mampu menghitungnya
 ( الْمَانِّ ) أَيْ الْمُنْعِمِ ( بِاللُّطْفِ ) أَيْ بِالْإِقْدَارِ عَلَى الطَّاعَةِ
Allah Maha pemberi nikmat dengan lembut artiya memberi kemampuan untuk ta’at
 ( وَالْإِرْشَادِ ) أَيْ الْهِدَايَةِ لَهَا ( الْهَادِي إلَى سَبِيلِ الرَّشَادِ ) أَيْ الدَّالِ عَلَى طَرِيقِهِ وَهُوَ ضِدُّ الْغَيِّ
Yang memberi petunjuk(hidayah)  di jalannya,lawan petunjuk adalah kesesatan
 ( الْمُوَفِّقِ لِلتَّفَقُّهِ فِي الدِّينِ ) أَيْ الْمُقْدِرِ عَلَى التَّفَهُّمِ فِي الشَّرِيعَةِ ( مَنْ لَطَفَ بِهِ ) أَيْ أَرَادَ بِهِ الْخَيْرَ ( وَاخْتَارَهُ ) لَهُ ( مِنْ الْعِبَادِ
Allah pemberi taufik memahami Agama artinya melimpahkan kemampuan memahami masalah syariat,untuk orang yang Allah kehendaki kebaikan dengannya dan Allah pilih dari para hamba
 هَذَا مَأْخُوذٌ مِنْ حَدِيثِ الصَّحِيحَيْنِ { مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
Pemahaman ini di ambil dari hadits  riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim yang bunyinya
Seseorang yang Allah kehendaki kebaikan baginya,Allah akan memberinya pemahaman dalam Agama.

( أَحْمَدُهُ أَبْلَغَ حَمْدٍ ) أَيْ أَنْهَاهُ ( وَأَكْمَلَهُ وَأَزْكَاهُ ) أَيْ أَنْمَاهُ ( وَأَشْمَلَهُ ) أَيْ أَعَمَّهُ  ,الْمَعْنَى أَصِفُهُ بِجَمِيعِ صِفَاتِهِ إذْ كُلٌّ مِنْهَا جَمِيلٌ
Aku memuji Allah sehabis-habisnya,sesempurna dan sebersih bersihd dan selengkap-lengkapnya artinya  Aku menyifati Allah dengan semua sifat-sifatnya,karena semua sifat itu baik
 وَالْقَصْدُ بِذَلِكَ إيجَادُ الْحَمْدِ الْمَذْكُورِ ، وَهُوَ أَبْلَغُ مِنْ حَمْدِهِ الْأَوَّلِ ، وَذَلِكَ أَوْقَعُ فِي النَّفْسِ مِنْ حَيْثُ تَفْصِيلُهُ وَفِي حَدِيثِ مُسْلِمٍ وَغَيْرِهِ { إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ } أَيْ نَحْمَدُهُ ، لِأَنَّهُ مُسْتَحِقٌّ لِلْحَمْدِ
Tujuan demikian adalah membuat pujian yang telah disebutkan.Pujian pertama lebih mendalam dari ini karena pujian dengan bentuk isim(Alhamdulillah)itu terasa dalam jiwa dari segi terperincinya pujian.Dalam hadits Imam Muslim dan lainnya disebutkan Sesunngguhnya segala puji milk Allah Kami memuji dan memohon pertolongan padanya,karena Allahlah yang berhak dipuji.
 ( وَأَشْهَدُ ) أَيْ أَعْلَمُ ( أَنْ لَا إلَهَ ) لَا مَعْبُودَ بِحَقٍّ فِي الْوُجُودِ ( إلَّا اللَّهُ ) الْوَاجِبُ الْوُجُودِ
Dan aku bersaksi artinya aku menyakini bahwa tiada Tuhan yang disembah sebenarnya pada kenyataan kecuali yang wajib ada
 ( الْوَاحِدُ ) أَيْ الَّذِي لَا تَعَدُّدَ لَهُ فَلَا يَنْقَسِمُ بِوَجْهٍ ، وَلَا نَظِيرَ لَهُ ، فَلَا مُشَابَهَةَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ غَيْرِهِ بِوَجْهٍ
Allah satu tidak berbilang tidak terbagi satu sisipun dan tiada bandingan dan tiada serupa antaranya dan lain-Nya dari segi manapun
 ( الْغَفَّارُ ) أَيْ السَّتَّارُ لِذُنُوبِ مَنْ أَرَادَ مِنْ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِينَ فَلَا يُظْهِرُهَا بِالْعِقَابِ عَلَيْهَا
Maha pengampun artinya Maha penutup segala dosa orang-orang yang Allah kehendaki dari Hamba-hambanya yang beriman.Allah tidak menampakkan segala dosa hamba dengan menyiksanya
 ، وَلَمْ يَقُلْ الْقَهَّارُ بَدَلَ الْغَفَّارِ لِأَنَّ مَعْنَى الْقَهْرِ مَأْخُوذٌ مِمَّا قَبْلَهُ إذْ مِنْ شَأْنِ الْوَاحِدِ فِي مُلْكِهِ الْقَهْرُ
Tidak dikatakan Qahhar sebagai pengganti Ghaffar Karena arti Qahhar dapat difahami dari sebelumnya sebab posisi Allah satu pada miliknya itu disebut Qahhar(Maha perkasa).

( وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الْمُصْطَفَى الْمُخْتَارُ ) أَيْ مِنْ النَّاسِ لِيَدْعُوَهُمْ إلَى دِينِ الْإِسْلَامِ
Dan Aku bersaksi sesungguhnya Muhammad hamba dan utusan-Nya yang terpilih dan dipilih artinya dari manusia untuk mengajak mereka kepada Agama Islam
( صَلَّى اللَّه وَسَلَم عَلَيْهِ وَزَادَهُ فَضْلًا وَشَرَفًا لَدَيْهِ ) أَيْ عِنْدَهُ وَالْقَصْدُ بِذَلِكَ الدُّعَاءُ أَيْ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَزِدْهُ .
Allah merahmati dan melimpahkan kesejahteraan dan menambah karunia dan kemuliaan kepada Nabi Muhammad SAW,(tujuan kalimat ini adalah) sebagai doa yang artinya ya Allah berilah keselamatan dan kesejahteraan dan tambahkanlah untuk beliau.
وَذَكَرَ التَّشَهُّدَ لِحَدِيثِ أَبِي دَاوُد وَالتِّرْمِذِيِّ { كُلُّ خُطْبَةٍ لَيْسَ فِيهَا تَشَهُّدٌ فَهِيَ كَالْيَدِ الْجَذْمَاءِ } أَيْ الْقَلِيلَةِ الْبَرَكَةِ
Imam Nawawi menyebutkan Tasyahud(penyaksian) karena hadits Abi Daud dan Tirmidzi :Tiap-tiap khutbah tampa tasyahud laksana tangan terkena penyakit kusta artinya kurang berkah.

أَمَّا بَعْدُ أَيْ بَعْدَمَا تَقَدَّمَ ( فَإِنَّ الِاشْتِغَالَ بِالْعِلْمِ ) الْمَعْهُودِ شَرْعًا الصَّادِقِ بِالْفِقْهِ وَالْحَدِيثِ وَالتَّفْسِيرِ ( مِنْ أَفْضَلِ الطَّاعَاتِ ) لِأَنَّهَا مَفْرُوضَةٌ وَمَنْدُوبَةٌ
Adapun sesudah perkara yang telah lewat maka sungguh menyibukkan diri dengan ilmu yang maklum pada syara’ yang terbenar dengan fiqh dan hadits dan Tafsir adalah ketaatan paling utama,karena ketaatan ada yang diwajibkan dan ada yang disunatkan
 . وَالْمَفْرُوضُ أَفْضَلُ مِنْ الْمَنْدُوبِ ، وَالِاشْتِغَالُ بِالْعِلْمِ مِنْهُ لِأَنَّهُ فَرْضُ كِفَايَةٍ
Dan yang diwajibkan lebih utama dari yang disunatkan,dan menyibukkan diri dengan ilmu adalah sebagian yang diwajibkan karena hukumnya fardhu kifayah
، وَفِي حَدِيثٍ حَسَّنَهُ التِّرْمِذِيُّ { فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ }
Pada hadits,yang menilai hasan oleh Imam Tirmidzi(disebutkan) Kelebihan orang ‘alim atas ahli Ibadah seperti kelebihanku diatas serendah-rendah kamu
( وَ ) مِنْ ( أَوْلَى مَا أُنْفِقَتْ فِيهِ نَفَائِسُ الْأَوْقَاتِ ) وَهُوَ الْعِبَادَاتُ شَبَّهَ شَغْلَ الْأَوْقَاتِ بِهَا بِصَرْفِ الْمَالِ فِي وُجُوهِ الْخَيْرِ الْمُسَمَّى بِالْإِنْفَاقِ
Dan diantara sebagus-bagus perkara yang disalurkan seluruh waktu yang berharga adalah ibadat,diserupakan mempergunakan segala waktu untuk ibadat dengan menyalurkan harta pada semua bidang kebaikan yang dinamakan dengan infak
، وَوَصَفَ الْأَوْقَاتَ بِالنَّفَاسَةِ لِأَنَّهُ لَا يُمْكِنُ تَعْوِيضُ مَا يَفُوتُ مِنْهَا بِلَا عِبَادَةٍ ، وَأَضَافَ إلَيْهَا صِفَتَهَا لِلسَّجْعِ ، وَقَدْ يُقَالُ : هُوَ مِنْ إضَافَةِ الْأَعَمِّ إلَى الْأَخَصِّ كَمَسْجِدِ الْجَامِعِ ، وَلَا يَصِحُّ عَطْفُ أَوْلَى عَلَى مِنْ أَفْضَلِ لِلتَّنَافِي بَيْنَهُمَا عَلَى هَذَا التَّقْدِيرِ
Dan Imam Nawawi menyifati الْأَوْقَاتَ(seluruh waktu) dengan نَفَائِسُ(berharga) sebab tidak mungkin mengganti perkara yang hilang pada seluruh waktu dengan tampa beribadat,Imam Nawawi mengidhafatkan Auqat kepada sifatnya Nafaiis untuk saja’(persamaan akhir kata)
وَقَدْ أَكْثَرَ أَصْحَابُنَا رَحِمَهُمُ اللَّهُ مِنْ التَّصْنِيفِ مِنْ الْمَبْسُوطَاتِ وَالْمُخْتَصَرَاتِ ) فِي الْفِقْهِ وَالصُّحْبَةُ هُنَا الِاجْتِمَاعُ فِي اتِّبَاعِ الْإِمَامِ الْمُجْتَهِدِ فِيمَا يَرَاهُ مِنْ الْأَحْكَامِ مَجَازًا عَنْ الِاجْتِمَاعِ فِي الْعَشَرَةِ
Dan Ashab kami semoga Allah merahmati mereka sungguh memperbanyak menyusun kitab-kitab yang luas pembahasan dan ringkasan-ringkasan dalam bidang fiqh.arti الصُّحْبَةُ disini adalah berkumpul pada mengikuti Imam mujtahid pada segala hukum yang berpendapat olehnya, الصُّحْبَةُadalah majas(kiasan) dalam berkumpul pada pergaulan
( وَأَتْقَنُ مُخْتَصَرٍ الْمُحَرَّرُ لِلْإِمَامِ أَبِي الْقَاسِم ) إمَامِ الدِّينِ عَبْدِ الْكَرِيمِ ( الرَّافِعِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى ) مَنْسُوبٌ إلَى رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ الصَّحَابِيِّ كَمَا وُجِدَ بِخَطِّهِ فِيمَا حَكَى رَحِمَهُ اللَّهُ
Ringkasan paling mantap adalah Muharrar karya Imam Abi Qasim Imamiddin Abdul karim Rafi’I,semoga Allah Ta’ala merahmatinya,Rafi’I dinisbahkan kepada Rafi’ bin Khadi’ salah seorang sahabat Nabi seperti  yang diceritakannnya dengan tulisan beliau sendiri,semoga Allah merahmatinya

( ذِي التَّحْقِيقَاتِ ) الْكَثِيرَةِ فِي الْعِلْمِ وَالتَّدْقِيقَاتِ الْغَزِيرَةِ فِي الدِّينِ  ,مِنْ كَرَامَاتِهِ مَا حُكِيَ أَنَّ شَجَرَةً أَضَاءَتْ عَلَيْهِ لَمَّا فَقَدَ وَقْتَ التَّصْنِيفِ مَا يُسْرِجُهُ عَلَيْهِ
Imam Rafii adalah seorang yang memiliki pendalaman yang banyak dalam ilmu dan penelitian melimpah pada Agama,diantara kekeramatan beliau seperti yang dikisahkan ranting kayu bercahaya saat beliau tampa penerangan waktu mengarang

( وَهُوَ ) أَيْ الْمُحَرَّرُ ( كَثِيرُ الْفَوَائِدِ عُمْدَةٌ فِي تَحْقِيقِ الْمَذْهَبِ ) أَيْ مَا ذَهَبَ إلَيْهِ الشَّافِعِيُّ وَأَصْحَابُهُ مِنْ الْأَحْكَامِ فِي الْمَسَائِلِ مَجَازًا عَنْ مَكَانِ الذَّهَابِ
Muharrar sangat banyak manfaatnya,pegangan untuk mendalami Mazhab,arti Mazhab adalah pendapat Imam Syafii dan Ashabnya dalam persoalan-persoalan hukum,Mazhab majas(kiasan) dari tempat berjalan
 ( مُعْتَمَدٌ لِلْمُفْتِي وَغَيْرِهِ مِنْ أُولِي الرَّغَبَاتِ ) أَيْ أَصْحَابِهَا ، وَهِيَ بِفَتْحِ الْغَيْنِ جَمْعُ رَغْبَةٍ بِسُكُونِهَا
(Muharrar juga)menjadi pedoman mufti dan orang-orang lain yang gemar artinya para Ashabnya, الرَّغَبَات dibaca dengan Fattah Ghain,jama’ dari رَغْبَةٍ dengan sukun ghain.
( وَقَدْ الْتَزَمَ مُصَنِّفُهُ رَحِمَهُ اللَّهُ أَنْ يَنُصَّ ) فِي مَسَائِلِ الْخِلَافِ ( عَلَى مَا صَحَّحَهُ مُعْظَمُ الْأَصْحَابِ ) فِيهَا
Sungguh imam Rafii semoga Allah merahmatinya(sebagai pengarang Muharrar) tetap menjelaskan persoalan-persoalan perbedaan pendapat berdasarkan yang dishahihkan oleh pembesar Ashab
( وَوَفَّى ) بِالتَّخْفِيفِ وَالتَّشْدِيدِ ( بِمَا الْتَزَمَهُ ) حَسْبَمَا اطَّلَعَ عَلَيْهِ فَلَا يُنَافِي ذَلِكَ اسْتِدْرَاكُهُ عَلَيْهِ التَّصْحِيحَ فِي الْمَوَاضِعِ الْآتِيَةِ ( وَهُوَ ) أَيْ مَا الْتَزَمَهُ ( مِنْ أَهَمِّ أَوْ ) هُوَ ( أَهَمُّ الْمَطْلُوبَاتِ ) لِطَالِبِ الْفِقْهِ مِنْ الْوُقُوفِ عَلَى الْمُصَحَّحِ مِنْ الْخِلَافِ فِي مَسَائِلِهِ (
Imam Rafii menyempurnakan perkara yang beliau tetapkan menurut yang nyata padanya maka  tidak berlawanan demikian oleh istidraknya imam Nawawi atas Imam Rafi’i  dalam mentashih di beberapa tempat yang akan datang,Imam Rafii tetap menjelaskan perkara yang paling penting bahkan yang sangat penting yang diperlukan oleh penuntut fiqh yang berpijak pada penshahihan perbedaan pendapat dalam beberapa persoalan
وَوَفَّىdibaca dengan takfif dan tasydid
istidrak adalah berbeda pendapat yang ditarjih imam nawawi terhadap pendapat yang dinash imam rafi'i berdasarkan tashih kebanyakan ashab
لَكِنْ فِي حَجْمِهِ ) أَيْ الْمُحَرَّرِ ( كَبُرَ يَعْجِزُ حِفْظَهُ أَكْثَرُ أَهْلِ الْعَصْرِ ) أَيْ الرَّاغِبِينَ فِي حِفْظِ مُخْتَصَرٍ فِي الْفِقْهِ ( إلَّا بَعْضَ أَهْلِ الْعِنَايَاتِ ) مِنْهُمْ فَلَا يَكْبُرُ ، أَيْ يَعْظُمُ عَلَيْهِ حِفْظُهُ
Namun kitab Muharrar bentuknya besar yang  lemahlah menghafal oleh ahli masa artinya orang-orang yang gemar menghafal ringkasan fiqh kecuali sebagian orang yang memiliki minat maka tidak susah mereka menghafalnya

( فَرَأَيْت ) مِنْ الرَّأْيِ فِي الْأُمُورِ الْمُهِمَّةِ ( اخْتِصَارَهُ ) بِأَنْ لَا يَفُوتَ شَيْءٌ مِنْ مَقَاصِدِهِ ( فِي نَحْوِ نِصْفِ حَجْمِهِ ) هُوَ صَادِقٌ بِمَا وَقَعَ فِي الْخَارِجِ مِنْ الزِّيَادَةِ عَلَى النِّصْفِ بِيَسِيرٍ
Maka menurut pendapatku  meringkas muharrar tampa menghilangkan sedikitpun semua maksudnya seumpama setengah bentuk muharrar yang terbenar dengan perkara yang terjadi pada kenyataan daripada penambahan sedikit lebih dari setengah
( فَرَأَيْت ) dari الرَّأْيِ pemikiran urusan penting
 ( لِيَسْهُلَ حِفْظُهُ ) أَيْ الْمُخْتَصَرِ لِكُلِّ مَنْ يَرْغَبُ فِي حِفْظِ مُخْتَصَرٍ ( مَعَ مَا ) أَيْ مَصْحُوبًا ذَلِكَ الْمُخْتَصَرُ بِمَا ( أَضُمُّهُ إلَيْهِ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى ) فِي أَثْنَائِهِ . وَبِذَلِكَ قَرُبَ مِنْ ثَلَاثَةِ أَرْبَاعِ أَصْلِهِ كَمَا قِيلَ ( مِنْ النَّفَائِسِ الْمُسْتَجَادَاتِ ) أَيْ الْمُسْتَحْسَنَاتِ
Agar mudah dihafal ringkasannya oleh tiap orang yang menyukai menghafalnya,ringkasan ini diringi perkara yang aku gabungkan di pertengahannya Insya Allah,dengan demikian mendekatilah bentuk asalnya ringkasan seperti yang dikatakan orang  Nafaiisil mustajadat(perkara yang dianggap sangat bagus)

( مِنْهَا التَّنْبِيهُ عَلَى قُيُودٍ فِي بَعْضِ الْمَسَائِلِ ) بِأَنْ تُذْكَرَ فِيهَا ( هِيَ مِنْ الْأَصْلِ مَحْذُوفَاتٌ ) أَيْ مَتْرُوكَاتٌ اكْتِفَاءً بِذِكْرِهَا فِي الْمَبْسُوطَاتِ

Diantara nafaisul musstajadat itu memberitahu beberapa kaitan  pada sebahagian masalah dengan disebutkannya beberapa hubunga dari asal muharrar  yang dibuangkan  artinya ditinggalkan, karena mencukupi dengan menyebutkan beberapa kaitan dalam  kitab-kitab yang luas pembahasannya
( وَمِنْهَا مَوَاضِعُ يَسِيرَةٌ ) نَحْوُ خَمْسِينَ مَوْضِعًا ( ذَكَرَهَا فِي الْمُحَرَّرِ عَلَى خِلَافِ الْمُخْتَارِ فِي الْمَذْهَبِ ) الْآتِي ذِكْرُهُ فِيهَا مُصَحَّحًا ( كَمَا سَتَرَاهَا إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى ) فِي مُخَالَفَتِهَا لَهُ نَظَرًا لِلْمَدَارِكِ ( وَاضِحَاتٍ ) فَذِكْرُ الْمُخْتَارِ فِيهَا هُوَ الْمُرَادُ ، وَلَوْ عَبَّرَ بِهِ أَوَّلًا كَانَ حَسَنًا
dan diantara nafaisul musstajadat  itu dibeberapa tempat yang sedikit sekitar 50 tempat  yang menyebutkan  oleh imam rafi’i sebagian persoalan didalam kitab muharrar atas kebalikan pendapat terpilih di dalam mazhab yang akan disebutkan kemudian khilaf mukhtar pada beberapa tempat, secara ditashihkan sebagaimana akan kamu ketahui Insya Allah Ta’ala pada kotradiksinya beberapa persoalan karena melihat dalil-dalil yang jelas,maka penyebutan Muktar adalah yang dimaksudkan jika pengarang mengungkapkan kata Muktar pada awalnya maka sungguh lebih baik.
( وَمِنْهَا إبْدَالُ مَا كَانَ مِنْ أَلْفَاظِهِ غَرِيبًا ) أَيْ غَيْرَ مَأْلُوفِ الِاسْتِعْمَالِ
Termasuk Nafaisul mustahadat mengantikan lafadz-lafazdz asing yang tidak akrab penggunaannya
 ( أَوْ مُوهِمًا ) أَيْ مُوقِعًا فِي الْوَهْمِ أَيْ الذِّهْنَ
Atau yang menimbulkan kesamaran di dalam jiwa
( خِلَافَ الصَّوَابِ ) أَيْ الْإِتْيَانُ بَدَلَ ذَلِكَ ( بِأَوْضَحَ وَأَخْصَرَ مِنْهُ بِعِبَارَاتٍ جَلِيَّاتٍ ) أَيْ ظَاهِرَاتٍ فِي أَدَاءِ الْمُرَادِ ،
Sebalik yang benar  artinya mendatangkan pengganti yang lebih jelas,yang lebih ringkas dengan ungkapan yang nyata dalam menyampaikan maksud
 وَأَدْخَلَ الْبَاءَ بَعْدَ لَفْظِ الْإِبْدَالِ عَلَى الْمَأْتِيِّ بِهِ مُوَافَقَةً لِلِاسْتِعْمَالِ الْعُرْفِيِّ وَإِنْ كَانَ خِلَافَ الْمَعْرُوفِ لُغَةً مِنْ إدْخَالِهَا عَلَى الْمَتْرُوكِ نَحْوَ : أَبْدَلْت الْجَيِّدَ بِالرَّدِيءِ ، أَيْ أَخَذْت الْجَيِّدَ بَدْلَ الرَّدِيءِ .
Imam Nawawi memasukan ba sesudah lafadz  الْإِبْدَالِ pada yang didatangkan sebab sesuai dengan pemakaian Umum(urfi) walaupun berlawanan dengan yang di kenal pada Lughat(bahasa) yaitu memasukankan ba pada yang الْمَتْرُوكِ  ditinggalkan contoh Aku ganti yang bagus dengan meninggalkan yang buruk artinya aku ambil yang bagus ganti yang buruk

( وَمِنْهَا بَيَانُ الْقَوْلَيْنِ وَالْوَجْهَيْنِ وَالطَّرِيقَيْنِ وَالنَّصِّ وَمَرَاتِبِ الْخِلَافِ ) قُوَّةً وَضَعْفًا فِي الْمَسَائِلِ ( فِي جَمِيعِ الْحَالَاتِ )
Dan sebagian dari  nafaisul musstajadat ialah menjelaskan segala قول dan وجه dan طريق dan نص dan  وَمَرَاتِبِ الْخِلَافِ  tingkatan perbedaan pendapat pada  kuat dan lemah pada beberapa persoalan pada semua kondisi 
بِخِلَافِ الْمُحَرَّرِ فَتَارَةً يُبَيِّنُ نَحْوَ أَصَحِّ الْقَوْلَيْنِ وَأَظْهَرِ الْوَجْهَيْنِ ، وَتَارَةً لَا يُبَيِّنُ نَحْوَ الْأَصَحِّ وَالْأَظْهَرِ
kebalikan dari muharrar, sesekali  menjelaskan seumpama Ashahil qaulain dan Adharil wajhain dan sesekali menerangkan   seumpama  Al-ashah dan Al-Azhar . kadangkala tidak dijelaskan  seumpama Azhar dan Ashah

( فَحَيْثُ أَقُولُ فِي الْأَظْهَرِ أَوْ الْمَشْهُورِ فَمِنْ الْقَوْلَيْنِ أَوْ الْأَقْوَالِ ) لِلشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
Maka jika aku berkata فِي الْأَظْهَرِ  atau  فِي الْمَشْهُورِ , maka itu dari pada dua pendapat  atau banyak pendapat bagi imam syafi’i, semoga Allah merahmatinya
( فَإِنْ قَوِيَ الْخِلَافُ ) لِقُوَّةِ مُدْرَكِهِ ( قُلْت الْأَظْهَرُ ) الْمُشْعِرُ بِظُهُورِ مُقَابِلِهِ ( وَإِلَّا فَالْمَشْهُورُ ) الْمُشْعِرُ بِغَرَابَةِ مُقَابِلِهِ لِضَعْفِ مُدْرَكِهِ .
 maka jika kuatlah khilaf (perbedaan pendapat) karena kuat dalilnya  aku berkata الْأَظْهَرُ yang memberitau الْأَظْهَرُ dengan nyata  posisi muqabilnya dan jika tidak kuat khilaf, maka aku berkata  الْمَشْهُورُ yang memberitahu  الْمَشْهُورُ dengan lemah posisi muqabilnya, karena lemah dalilnya

( وَحَيْثُ أَقُولُ الْأَصَحُّ أَوْ الصَّحِيحُ فَمِنْ الْوَجْهَيْنِ أَوْ الْأَوْجُهِ ) لِلْأَصْحَابِ يَسْتَخْرِجُونَهَا مِنْ كَلَامِ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
Jika  aku berkata الْأَصَحُّ atau الصَّحِيحُ , maka itu dari pada dua وجه atau beberapa وجه bagi para ashab yang mereka keluarkan dari perkataan Imam Syafii Radiyallahu ‘an
( فَإِنْ قَوِيَ الْخِلَافُ قُلْت الْأَصَحُّ وَإِلَّا فَالصَّحِيحُ ) وَلَمْ يُعَبِّرْ بِذَلِكَ فِي الْأَقْوَالِ تَأَدُّبًا مَعَ الْإِمَامِ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَمَا قَالَ ، فَإِنَّ الصَّحِيحَ مِنْهُ مُشْعِرٌ بِفَسَادِ مُقَابِلِهِ .

 maka jika kuatlah khilaf, aku berkata الْأَصَحُّ dan jika tidak kuat khilaf, maka aku berkata  الصَّحِيحُ  dan tidak mengungkapkan oleh Imam Nawawi dengan  الْأَصَحُّ atau الصَّحِيحُ pada posisi khilaf sejumah قول  sebab menjaga adab kepada imam syafi’i, semoga Allah merahmatinya, seperti perkara yang telah berkata imam Nawawi maka bahwa sungguh الصَّحِيحُ dari padanya khilaf itu memberitahu rusak muqabilnya
( وَحَيْثُ أَقُولُ الْمَذْهَبُ فَمِنْ الطَّرِيقَيْنِ أَوْ الطُّرُقِ ) وَهِيَ اخْتِلَافُ الْأَصْحَابِ فِي حِكَايَةِ الْمَذْهَبِ كَأَنْ يَحْكِيَ بَعْضُهُمْ فِي الْمَسْئَلَةِ قَوْلَيْنِ أَوْ وَجْهَيْنِ لِمَنْ تَقَدَّمَ ، وَيَقْطَعَ بَعْضُهُمْ بِأَحَدِهِمَا ثُمَّ الرَّاجِحُ الَّذِي عَبَّرَ عَنْهُ بِالْمَذْهَبِ إمَّا طَرِيقُ الْقَطْعِ أَوْ الْمُوَافِقِ لَهَا مِنْ طَرِيقِ الْخِلَافِ أَوْ الْمُخَالِفِ لَهَا كَمَا سَيَظْهَرُ فِي الْمَسَائِلِ ، وَمَا قِيلَ مِنْ أَنَّ مُرَادَهُ الْأَوَّلُ وَأَنَّهُ الْأَغْلَبُ مَمْنُوعٌ
   
dan jika aku berkata الْمَذْهَبُ , maka dari dua طريق  atau beberapa طريق,  ini adalah perbedaan Ashab pada menginformasikan الْمَذْهَبُ , seperti menginformasikan oleh sebahagian ashab pada satu masalah akan duaقول  atau dua وجه bagi orang yang terdahulu, dan meyakini hanya itu saja oleh sebahagian ashab yang lain dengan salah satu dari dua قول atau وجه , kemudian pendapat yang kuat mengibaratkan oleh Imam Nawawi dengan istilah الْمَذْهَبُ  adakalanya طَرِيقُ الْقَطْعِ atau طَرِيقُ  yang sesuai bagi طَرِيقُ الْقَطْعِ daripada bahagian طَرِيقِ الْخِلَافِ atau طَرِيقُ  yang berlawanan bagi طَرِيقُ الْقَطْعِ ,  sebagaimana barang yang akan dinyatakan dalam beberapa persoalan seperti perkara yang akan nyata pada sejumah persoalan, dan perkara yang dikatakan bahwa “ maksud الْمَذْهَبُ itu yang pertama yaitu ( طَرِيقُ الْقَطْعِ)dan bahwa طَرِيقُ الْقَطْعِ itu kebiasanya  الْمَذْهَبُ adalah pendapat yang ditolak

( وَحَيْثُ أَقُولُ النَّصُّ فَهُوَ نَصُّ الشَّافِعِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ وَيَكُونُ هُنَاكَ ) أَيْ مُقَابِلُهُ ( وَجْهٌ ضَعِيفٌ أَوْ قَوْلٌ مُخَرَّجٌ ) مِنْ نَصٍّ لَهُ فِي نَظِيرِ الْمَسْئَلَةِ لَا يُعْمَلُ بِهِ .
Dan jika aku katakan نَصُّ adalah نَصُّ Imam Syafii Rahimahullah dan adalah muqabilnya وَجْهٌ lemah atau قَوْلٌ مُخَرَّجٌ dari Nas Imam Syafi’I pada kedudukan persoalan yang tidak boleh  diamalkan
قَوْلٌ مُخَرَّجٌ
adalah pendapat yang difahami ashab dari perkataan imam syafi’i ketika imam syafi’i menjawab dengan النَّصُّ yang berbeda pada setiap permasalahn dari dua persoalan yang berbeda, tapi sebab  terdapat sisi kesamaan dari dua persoalan tersebut dan tidak nyata perbedaan diantara persoalan keduanya dalam pemahaman para ashab, maka ashabi menyebut bahwa pada setiap persoalan terdapat dua pendapat imam syafi’i, kemudian pada sebahagian tempat diibaratkan بالنقل    dengan maksud النَّصُّ dan بالتخريج dengan maksud قَوْلٌ مُخَرَّجٌ
( وَحَيْثُ أَقُولُ الْجَدِيدُ فَالْقَدِيمُ خِلَافُهُ أَوْ الْقَدِيمُ أَوْ فِي قَوْلٍ قَدِيمٍ فَالْجَدِيدُ خِلَافُهُ ) .
Dan sekira-kira Aku katakana الْجَدِيدُ maka الْقَدِيمُ kebalikannya atau الْقَدِيمُ atau فِي قَوْلٍ قَدِيمٍ Maka jadi kebalikannya.
وَالْقَدِيمُ مَا قَالَهُ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِالْعِرَاقِ ، وَالْجَدِيدُ مَا قَالَهُ بِمِصْرَ ، وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ إلَّا فِيمَا يُنَبِّهُ عَلَيْهِ كَامْتِدَادِ وَقْتِ الْمَغْرِبِ إلَى مَغِيبِ الشَّفَقِ الْأَحْمَرِ فِي الْقَدِيمِ كَمَا سَيَأْتِي .
Dan Qadim adalah pendapat Imam Syafi’I Radiallahu ‘anhu di Iraqsedangkan Jadid adalah pendapat beliau di Mesir,pendapat Jadid diamalkan kecuali perkara yang memberitau oleh Imam Nawawi seperti lama waktu shalat magrib hingga hilang mega merah menurut pendapat Qadim sebagaimana barang yang akan dating

( وَحَيْثُ أَقُولُ : وَقِيلَ كَذَا ، فَهُوَ وَجْهٌ ضَعِيفٌ ، وَالصَّحِيحُ أَوْ الْأَصَحُّ خِلَافُهُ وَحَيْثُ أَقُولُ : وَفِي قَوْلٍ كَذَا فَالرَّاجِحُ خِلَافُهُ ) وَيَتَبَيَّنُ قُوَّةُ الْخِلَافِ وَضَعْفُهُ مِنْ مُدْرَكِهِ
Jika aku berkata وَقِيلَ كَذَا maka وَقِيلَ كَذَا itu pendapat وَجْهٌ yang lemah, dan الصَّحِيحُ atau الْأَصَحُّ itu sebaliknya, dan jika aku berkata وَفِي قَوْلٍ كَذَا niscaya maka pendapat yang kuat itu sebaliknya  dan nyatalah kuat khilaf dan lemahnya khilaf dari dalinya
( وَمِنْهَا مَسَائِلُ نَفِيسَةٌ أَضُمُّهَا إلَيْهِ ) أَيْ إلَى الْمُخْتَصَرِ فِي مَظَانِّهَا ( يَنْبَغِي أَنْ لَا يُخْلَى الْكِتَابُ ) أَيْ الْمُخْتَصَرُ وَمَا يُضَمُّ إلَيْهِ ( مِنْهَا ) صَرَّحَ بِوَصْفِهَا الشَّامِلِ لَهُ مَا تَقَدَّمَ ، وَزَادَ عَلَيْهِ إظْهَارًا لِلْعُذْرِ فِي زِيَادَتِهَا فَإِنَّهَا عَارِيَّةٌ عَنْ التَّنْكِيتِ بِخِلَافِ مَا قَبْلَهَا

dan sebahagian daripad nafaisul musstajadat adalah  مَسَائِلُ نَفِيسَةٌ(masalah-masalah yang berharga)  yang aku masukan ke dalam muktasar pada tempat yang dianggap penting,selayaknya tidaklah kosong kitab yang ringkas dan perkara yang digabungkan padanya dari masalah-masalah berharga,Imam Nawawi menjelaskan sifat مَسَائِلُ نَفِيسَةٌ yang mencakup barang yang telah lalu dari nafaisul musstajadat menambah oleh Imam Nawawi  atas perkara yang  terdahulu untuk menampakkan permohonan ma’af pada penambahan  مَسَائِلُ نَفِيسَةٌ , karena penambahan مَسَائِلُ نَفِيسَةٌ itu sunyi daripada mengkritik Imam rafi’i  kebalikan perkara nafaisul musstajadat sebelumnya.
( وَأَقُولُ فِي أَوَّلِهَا قُلْت وَفِي آخِرِهَا ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ ) لِتَتَمَيَّزَ عَنْ مَسَائِلِ الْمُحَرَّرِ ، وَقَدْ قَالَ مِثْلَ ذَلِكَ فِي اسْتِدْرَاكِ التَّصْحِيحِ عَلَيْهِ ، وَقَدْ زَادَ عَلَيْهِ مِنْ غَيْرِ تَمْيِيزٍ كَقَوْلِهِ فِي فَصْلِ الْخَلَاءِ وَلَا يَتَكَلَّمُ
Dan aku katakan pada awal masailun nafisah قُلْت dan pada akhirnya ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُuntuk membedakan masalah-masalah dalam muharrar dan sungguh berkata Imam Nawawi seumpama itu pada menukar tashih pada Muharrar,kadangkala Imam Nawawi menambahnya  diatas Muharrar tampa mebedakan seperti perkataan beliau di fasal Khala’ وَلَا يَتَكَلَّمُ
( وَمَا وَجَدْته ) أَيُّهَا النَّاظِرُ فِي هَذَا الْمُخْتَصَرِ ( مِنْ زِيَادَةِ لَفْظَةٍ وَنَحْوِهَا عَلَى مَا فِي الْمُحَرَّرِ فَاعْتَمِدْهَا فَلَا بُدَّ مِنْهَا ) كَزِيَادَةِ كَثِيرٍ وَفِي عُضْوٍ ظَاهِرٍ فِي قَوْلِهِ فِي التَّيَمُّمِ إلَّا أَنْ يَكُونَ بِجُرْحِهِ دَمٌ كَثِيرٌ أَوْ الشَّيْنُ الْفَاحِشُ فِي عُضْوٍ ظَاهِرٍ .
Dan apa yang kamu dapatkan wahai orang yang melihat ringkasan ini dari tambahan lafadz dan seupamanya diatas Muharrar maka berpeganglah maka tidak boleh tidak dari padanya seperti tambahan lafadh كَثِيرٍ  dan lafadh فِي عُضْوٍ ظَاهِرٍ pada perkataan Imama Nawawi didalam pembahasan tayamum
  ( وَكَذَا مَا وَجَدْته مِنْ الْأَذْكَارِ مُخَالِفًا لِمَا فِي الْمُحَرَّرِ وَغَيْرِهِ مِنْ كُتُبِ الْفِقْهِ فَاعْتَمِدْهُ فَإِنِّي حَقَّقْته مِنْ كُتُبِ الْحَدِيثِ الْمُعْتَمَدَةِ ) فِي نَقْلِهِ لِاعْتِنَاءِ أَهْلِهِ بِلَفْظِهِ بِخِلَافِ الْفُقَهَاءِ فَإِنَّهُمْ يَعْتَنُونَ غَالِبًا بِمَعْنَاهُ
Dan demikian perkara yang kamu dapatkan pada zikir-zikir yang berbeda dengan yang ada di dalam Muharrar dan kitab-kitab fiqh lainnya,maka berpeganglah karena sesungguhnya aku telah mencari kepastian di dalam kitab-kitab hadits yang muktamad  pada penukilannya karena menganggap penting Ahli hadits dengan lafadnya hadits sebaliknya para ahli fiqh pada kebiasaan menganggap penting dengan maknannya hadits.

( وَقَدْ أُقَدِّمُ بَعْضَ مَسَائِلِ الْفَصْلِ لِمُنَاسِبَةٍ أَوْ اخْتِصَارٍ وَرُبَّمَا قَدَّمْت فَصْلًا لِلْمُنَاسِبَةِ ) كَتَقْدِيمِ فَصْلِ التَّخْيِيرِ فِي جَزَاءِ الصَّيْدِ عَلَى فَصْلِ الْفَوَاتِ وَالْإِحْصَارِ
Dan sungguh aku dahulukan sebagian masalah fasal karena kesesuaian atau meringkas,kadangkala aku dahulukan fasal karena cocok seperti mendahulukan pasal boleh memilih pada denda berburu dari pasal luput haji dan ditahan
( وَأَرْجُو إنْ تَمَّ هَذَا الْمُخْتَصَرُ ) وَقَدْ تَمَّ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ ( أَنْ يَكُونَ فِي مَعْنَى الشَّرْحِ لِلْمُحَرَّرِ فَإِنِّي لَا أَحْذِفُ ) أَيْ أُسْقِطُ ( مِنْهُ شَيْئًا مِنْ الْأَحْكَامِ أَصْلًا وَلَا مِنْ الْخِلَافِ وَلَوْ كَانَ وَاهِيًا ) أَيْ ضَعِيفًا جِدًّا مَجَازًا عَنْ السَّاقِطِ
 dan aku berharap,jika sempurnalah ringkasan ini dan sungguh telah sempurna dan bagi Allah segala puji adalah ringkasan pada makna syarah bagi Muharrar,maka sesungguhnya aku tidak membuang atau menghilangkan sama sekali  hukum-hukum  dari muharrar sedikitpun,dan tidak kuhilangkan juga khilafnya walaupun lemah atau sangat dhaif وَاهِيًا(lemah) majas(kiasan) dari yang gugur.
مَعَ مَا ) أَيْ آتِي بِجَمِيعِ مَا اشْتَمَلَ عَلَيْهِ مَصْحُوبًا بِمَا ( أَشَرْت إلَيْهِ مِنْ النَّفَائِسِ ) الْمُتَقَدِّمَةِ
Berserta perkara yang aku datangkan yang melengkapi di dalam ringkasan hal keadaan menyertai dengan perkara yang aku beritau dari nafaisul musstajadat   yang telah lalu
 ( وَقَدْ شَرَعْتُ ) مَعَ الشُّرُوعِ فِي هَذَا الْمُخْتَصَرِ ( فِي جَمْعِ جُزْءٍ لَطِيفٍ عَلَى صُورَةِ الشَّرْحِ لِدَقَائِقَ هَذَا الْمُخْتَصَرِ ) مِنْ حَيْثُ الِاخْتِصَارُ
Dan sungguh aku memasuki pada ringkasan ini untuk mengumpulkan bagian kecil dalam bentuk syarah sebab kehalusan ringkasan ini dari segi meringkas
( وَمَقْصُودِي بِهِ التَّنْبِيهُ عَلَى الْحِكْمَةِ فِي الْعُدُولِ عَنْ عِبَارَةِ الْمُحَرَّرِ وَفِي إلْحَاقِ قَيْدٍ أَوْ حَرْفٍ ) فِي الْكَلَامِ ( أَوْ شَرْطٍ لِلْمَسْأَلَةِ وَنَحْوِ ذَلِكَ ) مِمَّا بَيَّنَهُ
Dan tujuanku dengan menghimpun bagian kecil dalam bentuk syarah untuk memberitau hikmah mengalihkan dari ibarat Muharrar dan pada menghubungkan kaitan atau huruf pada kalimat atau syarat bagi masalah dan umpama demikian dari barang yang akan dijelaskan oleh Imam Nawawi.

 ( وَأَكْثَرُ ذَلِكَ مِنْ الضَّرُورِيَّاتِ الَّتِي لَا بُدَّ مِنْهَا ) وَمِنْهُ مَا لَيْسَ بِضَرُورِيٍّ ، وَلَكِنَّهُ حَسَنٌ كَمَا قَالَهُ فِي زِيَادَةِ لَفْظَةِ الطَّلَاقِ فِي قَوْلِهِ فِي الْحَيْضِ : فَإِذَا انْقَطَعَ لَمْ يَحِلَّ قَبْلَ الْغُسْلِ غَيْرُ الصَّوْمِ وَالطَّلَاقِ ، فَإِنَّ الطَّلَاقَ لَمْ يُذْكَرْ قَبْلُ فِي الْمُحَرَّمَاتِ
Dan aku perbanyak dari hal-hal penting yang harus ada dan diantaranya perkara tidaklah begitu penting namun bagus(disebutkan) sebagaimana perkataan Imam Nawawi  pada penambahan kata الطَّلَاقِ di perkataan beliau tentang Haid
فَإِذَا انْقَطَعَ لَمْ يَحِلَّ قَبْلَ الْغُسْلِ غَيْرُ الصَّوْمِ وَالطَّلَاقِ
Sesungguhnya الطَّلَاقَ tidak disebutkan sebelumnya pada perkara  yang  diharamkan
( وَعَلَى اللَّهِ الْكَرِيمِ اعْتِمَادِي ) فِي تَمَامِ هَذَا الْمُخْتَصَرِ بِأَنْ يُقَدِّرَنِي عَلَى إتْمَامِهِ كَمَا أَقْدَرَنِي عَلَى ابْتِدَائِهِ بِمَا تَقَدَّمَ عَلَى وَضْعِ الْخُطْبَةِ فَإِنَّهُ لَا يَرُدُّ مَنْ سَأَلَهُ وَاعْتَمَدَ عَلَيْهِ ، ( وَإِلَيْهِ تَفْوِيضِي وَاسْتِنَادِي ) فِي ذَلِكَ وَغَيْرِهِ ، فَإِنَّهُ لَا يَخِيبُ مَنْ قَصَدَهُ وَاسْتَنَدَ إلَيْهِ ، ثُمَّ قَدَّرَ وُقُوعَ الْمَطْلُوبِ بِرَجَاءِ الْإِجَابَةِ فَقَالَ :
Kepada Allah yang Maha Mulia berpegangku pada menyempurnakan ringkasan ini,sesungguhnya Allah telah memberikan kemampuan kepadaku untuk menyempurnaknnya sebagaimana Allah telah memberiku kemampuan untuk memulainya dengan perkara yang telah lewat dalam membuat Khutbah,maka sesungguhnya Allah tidak menolak orang meminta dan berpegang pada-Nya,Kepada Allah aku berserah dan aku berpegang pada demikian dan selainnya,sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan orang yang menuju dan bersandar kepada-Nya kemudian menganggap oleh Imam Nawawi akan mencapai tujuan dengan harapan dikabulkan,maka beliau berkata
( وَأَسْأَلُهُ النَّفْعَ بِهِ ) أَيْ بِالْمُخْتَصَرِ فِي الْآخِرَةِ ( لِي ) بِتَأْلِيفِهِ ( وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ ) أَيْ بَاقِيهِمْ بِأَنْ يُلْهِمَهُمْ الِاعْتِنَاءَ بِهِ بَعْضُهُمْ بِالِاشْتِغَالِ بِهِ كَكِتَابَةٍ وَقِرَاءَةٍ وَتَفَهُّمٍ وَشَرْحٍ ، وَبَعْضُهُمْ بِغَيْرِ ذَلِكَ كَالْإِعَانَةِ عَلَيْهِ بِوَقْفٍ أَوْ نَقْلٍ إلَى الْبِلَادِ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ وَنَفْعُهُمْ يَسْتَتْبِعُ نَفْعَهُ أَيْضًا لِأَنَّهُ سَبَبٌ فِيهِ
Dan aku meminta kepada Allah akan bermanfaat ringkasan di akkhirat bagiku dengan menyusunnya dan untuk semua orang Islam yang mengilhami oleh Allah merasa penting sebagian mereka dengan ringkasan tersebut lewat meyibukkan dengan cara menulis,membaca,memahami,mensyarah,sebagian lagi dari mereka dengan cara yang lain membantu mengwakafkan atau memindahkan ke dalam Negara atau selain nya dan manfaat mereka mengikuti manfaat ringkasan pula sebab manfaat mereka disebabkan oleh manfaat ringkasan
( وَرِضْوَانَهُ عَنِّي وَعَنْ أَحِبَّائِي ) بِالتَّشْدِيدِ وَالْهَمْزِ جَمْعُ حَبِيبٍ أَيْ مَنْ أُحِبُّهُمْ ( وَجَمِيعِ الْمُؤْمِنِينَ ) مِنْ عَطْفِ الْعَامِّ عَلَى بَعْضِ أَفْرَادِهِ تَكَرَّرَ بِهِ الدُّعَاءَ لِذَلِكَ الْبَعْضِ الَّذِي مِنْهُ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى
Dan keredhaan Allah kepadaku dan kekasih-kekasihku أَحِبَّائِي dibaca dengan tasydid dan hamzah jama’ dari حَبِيبٍ artinya mereka yang kucintai dan sekalian orang mukmin
 وَجَمِيعِ الْمُؤْمِنِينَ daripada ‘ataf umum diatas sebagian afradnya,imam Nawawi mengulangi ataf umum diatas sebagian afrad akan sebagai doa untuk sebagian,termasuk dalam sebagian adalah pengarang(Imam Nawawi) semoga Allah Ta’ala merahmatinya
Alhamdulillah selesailah karya ini dengan kemampuan yang di berikan Allah semoga bermanfaat dari dunia sampai Akhirat berkat Ramadhan Mubarak
Pesantren abu Keumala Al-‘aziziyyah 13/07/2014

Referensi
1.Kitab Bustanul ‘Arifin Imam Nawawi ta’liq syeikh Muhammad Nuruddin Marbau
2.Tazkiratul Huffaz Imam Zahabi
3.Thabaqatus syafi’iiyah kubra Syekh Tajuddin Subki
4.Thariq Ulama wa ruwah Syeikh Ibnu Fardi
5.As-suluk karya syeik Muqridi
6.Nujum Zhahirah Syeikh Ibnu Taqri baradi
7.Bidayatu wan nihayyah Ibnu Katsir
8.Thabaqatus s1yafiiyah Ibnu Qadhi Syubhah
9.Miratul Jinan Syeik Yafi
10.Thabaqtuss syafiiyah Ibnu hidyatullah
11.Syadratut zhahab Ibnu ‘Imad
12.Miftahus sa’adah Tasyi Kubra
13. Kasyfud dununun Haji Khalifah
14.Hidayatul ‘arifin Syaikh al-bagdadi
15.Mu’jam al-mualliffin syeikh Umar Ridha
16.Minhajudd Thalibin Imam Nawawi
17.Kanzur raghibin syaikh Jalaluddin Mahalli
18.qulyubi syaikh Syihabuddin qulyubi
   


Sunday, May 8, 2016


(Sang Pendiri Tarekat Sammaniyah & Penjaga Makam Rasulullah Saw.)
Nama beliau adalah Ghauts az-Zaman al-Waliy Quthb al-Akwan asy-Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani keturunan Sayyidina Hasan bin Sayyidina Ali dengan Sayyidah Fatimah az-Zahra binti Sayyidina Rasulullah Saw
Beliau adalah ulama besar dan wali agung berdarah Ahlul Bait Nabi beraqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dengan Imam Asy’ari dalam bidang teologi atau aqidah, dan Imam asy-Syafi’i madzab fiqih furu’ ibadatnya, dan Imam Junaid al-Baghdadi dalam tasawufnya.
Beliau Ra. tinggal di Madinah menempati rumah yang pernah ditinggali Khalifah pertama, yakni Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq Ra. (seorang Shiddiq yang paling agung yang tiada bandingannya, kecuali para Anbiya wal Mursalin).
Guru mursyid beliau diantaranya adalah Sayyidina Syekh Musthafa Bakri, seorang wali agung dari Syiria, keturunan Sayyidina Abu Bakar Shiddiq Ra. dari pihak ayah, sedangkan dari pihak ibu keturunan Sayyidina Husein Sibthi Rasulullah Saw.
Pangkat kewalian beliau adalah seorang Pamungkas para wali, yakni Ghauts Zaman, dan wali Quthb al-Akwan, yakni kewalian yang hanya bisa dicapai oleh para sadah yang dalam tiap periode 200 tahun sekali. Dan beliau adalah Khalifah Rasulullah pada zamannya.
Beliau banyak memiliki karomah yang tidak bisa dihitung jumlahnya, bahkan sampai saat inipun karamah itu terus ada. Karamah agung beliau adalah pangkat kewaliannya yang begitu agung. Beliau mendapat haq memberi syafaat 70.000 umat manusia masuk syurga tanpa hisab.
Diantara murid-murid beliau dari Indonesia yaitu:
1.      Quthb az-Zaman Syekh muhammad Arsyad al-Banjari
2.      Quthb al-Maktum Syekh Abul Abbas Ahmad at-Tijani (pendiri tarekat Tijani)
3.      Al-Quthb Syekh Abdussamad al-Palimbani
4.      Al-Quthb Syekh Abdul Wahab Bugis (menantu Syekh Arsyad al-Banjari)
5.      Al-Qutb Syekh Abdurrahman al-Batawi (kakek Mufti betawi dari pihak ibu Habib Utsman Betawi)
6.      Al-Quthb Syekh Dawud al-Fathani, dan lain-lain.
Dan diantara keagungan dan kemuliaan beliau yang amat banyak diantaranya adalah; semua murid beliau yang jumlahnya ribuan menempati maqam Quthb. Beliau menempati kemuliaan karena beliau berada pada jalan Rasulullah Saw. dan para sahabatnya, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah.
Demikian lah kesuksesan Syekh Samman dalam mendidik ruhani murid-muridnya sehingga mereka yang berjumlah ribuan menempati maqam Quthb, apatah lagi Rasulullah Saw. dengan para murid-muridnya yakni para sahabat, tentu maqam kewaliannya sangat agung, karena mereka mendapat keistimewaan menyertai kekasihNya (Muhammad Saw.), dan apa-apa yang menjadi Nubuwat Rasulullah Saw. dalam kitab-kitab terdahulu, maka pasti menceritakan dan memuji para Qudus agung yang menyertai kekasihNya, yakni para sahabat Rasulullah Saw.
Al-Quthb al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi berkata: “Serendah-rendahnya martabat sahabat maka tidak akan bisa dicapai walau oleh 70 Imam Junaid al-Baghdadi”. Padahal Imam Junaid hidup pada zaman salaf dan menempati Sulthon al-Auliya pada zamannya.
Karena para sahabat ini adalah para wali agung, maka para ahli tasawwuf (Aswaja) sangat sopan dengan mereka, tidak menceritakan mereka kecuali kebaikan. Sehingga wajib hukumnya berprasangka baik dengan para Auliya. Lebih-lebih lagi para sahabat yang notabene adalah hasil didikan langsung Rasulullah Saw. yang menempati Shiddiq dalam kewalian.
Maka dari itu, ummat Islam Aswaja tidak akan membicarakan panjang lebar tentang pertikaian antar sahabat, baik itu antara Sayyidah Aisyah dengan Sayyidina Ali Kw, pada perang Jamal, maupun antara Sayyidina Ali Kw. pada satu pihak dengan Sayyidina Muawiyah Ra. pada pihak lain.
Kita kaum Aswaja tidak akan mengotori mulut kita dengan umpatan dan negatif thinking kepada mereka. Bahkan Khalifah Ali Kw. mengatakan seterunya saat itu bahwa antara beliau dengan Sayyidina Muawiyah adalah saudara seiman dan satu kalimat, hanya saja khilaf dalam penyelesaian pembunuhan Khalifah Utsman Ra. Bahkan beliau Kw. menyolatkan semua korban perang baik yang di pihak beliau maupun pihak Gubernur Damaskus saat itu.


Syekh Samman Al-Madani Al-Hasani (Pendiri Tarekat Sammaniyah)

Kemunculan Tarekat Sammaniyah bermula dari kegiatan sang tokoh pendirinya, yaitu Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani al-Hasani ai-Madani al-Qadiri al-Quraisyi. Ia adalah seorang fakih, ahli hadits, dan sejarawan pada masanya. Dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 1132 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 1718 Masehi. Keluarganya berasal dari suku Quraisy.
Semula, ia belajar Tarekat Khalwatiyyah di Damaskus. Lama-kelamaan, ia mulai membuka pengajian yang berisi teknik dzikir, wirid, dan ajaran tasawuf lainnya. Ia menyusun cara pendekatan diri dengan Allah Swt. yang akhirnya disebut sebagai Tarekat Sammaniyah. Sehingga, ada yang mengatakan bahwa Tarekat Sammaniyah adalah cabang dari Khalwatiyyah.
Demi memperoleh ilmu pengetahuan, ia rela menghabiskan usianya dengan melakukan berbagai perjalanan. Beberapa negeri yang pernah ia singgahi untuk menimba ilmu diantaranya adalah Iran, Syam, Hijaz, dan Transoxiana (wilayah Asia Tengah saat ini). Diantara karya-karya tulis beliau adalah; Mujamu al-Masyayikh, Tazyil at-Tarikh Baghdad, dan Tarikh Marv.
Kemuliaan Syekh Muhammad Samman dikenal sebagai tokoh tarekat yang memiliki banyak karamah. Baik dari kitab Manaqib Syaikh al-Waliy asy-Syahir Muhammad Samman maupun Hikayat Syekh Muhammad Samman, keduanya mengungkapkan sosok Syekh Samman. Sebagaimana guru-guru besar tasawuf, Syekh Muhammad Samman terkenal akan kesalehan, kezuhudan, dan kekeramatannya. Konon, ia memiliki karamah yang sangat luar biasa.
“Ketika kaki diikat sewaktu di penjara, aku melihat Syekh Muhammad Samman berdiri di depanku dan marah. Ketika kupandang wajahnya, tersungkurlah aku dan pingsan. Setelah siuman, kulihat rantai yang melilitku telah terputus," kata Abdullah al-Basri. Padahal, kata seorang muridnya, ketika itu Syekh Samman berada di kediamannya sendiri.
Adapun perihal awal kegiatan Syekh Muhammad Samman dalam tarekat dan hakikat, menurut Kitab Manaqib, diperolehnya sejak bertemu dengan Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
Suatu ketika, Syekh Muhammad Samman berkhalwat (menyendiri) di suatu tempat dengan memakai pakaian yang indah-indah. Pada waktu itu datanglah Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang membawakan pakaian jubah putih dan berkata: "Ini pakaian yang cocok untukmu." Ia kemudian memerintahkan Syekh Muhammad Samman agar melepas pakaiannya dan mengenakan  jubah putih yang dibawanya itu.
Konon, Syekh Muhammad Samman menutup-nutupi ilmunya sampai datanglah perintah dari Rasulullah Saw. untuk menyebarkannya kepada penduduk Kota Madinah.


Wasiat Syekh Samman Al-Madani Al-Hasani (Penjaga Makam Rasulullah Saw.)

Diantara wasiat yang diberikan Syekh Samman al-Madani adalah, berkata al-Imam al-Quthb al-Ghauts az-Zaman al-Waliy al-Quthb al-Akwan asy-Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani:
•         "Tidaklah aku diangkat Allah Swt. menjadi al-Waly al-Quthb al-Ghauts dan Quthb al-Akwan melainkan aku selalu rutin membaca doa; Allahummaghfir li-ummati sayyidina  Muhammad. Allahummarham li-ummati sayyidinina Muhammad. Allahummastur li-ummati sayyidina Muhammad. Allahummajbur  li-ummati sayyidina Muhammad Saw. 4X berturut-turut setelah selesai sholat Shubuh sebelum berkata-kata urusan dunia  dan dia istiqamah membacanya maka ia menempati martabat fadhilah Quthub.”
Maksud beliau memberikan amalan ini ialah agar kita selalu bersatu sesama ummat islam dan sebagai ummatnya Rasulullah Saw. janganlah ada iri dengki dan buruk sangka terhadap sesama sekalipun seseorang itu kelihatannya hina. Jadi membaca doa ini setelah sholat Shubuh dengan niatan mudah-mudahan semua ummat Rasulullah Saw. diampuni Allah Swt. Atas segala dosa, dimudahkan Allah Swt. tuk mengamalkannya dan dengan harapan semoga hati kita dibersihkan dari segala penyakit hati seperti riya, ujub, takabbur, sombong, iri, dengki, hasud, berperasangka buruk dan sifat-sifat buruk lainnya.
•    “Barangsiapa mengambil thariqah kepadaku dan mengamalkannya niscaya pasti ia akan mendapatkan rasa majdzub di dalam dunia (diambil oleh Allah Swt. aqalnya yang Basyariyyah diganti dengan aqal yang bersifat Rabbaniyah) yakni diambil oleh Allah akan rasa punya wujud dan sifat dan af’al diganti dengan rasa ‘adam mahdhah adam semata” yakni tiada punya wujud, sifat dan af’al melainkan hanya Allah Swt. yang punya wujud hakiki, minimal di saat sakaratul maut.”
•    “Perkataan aku ini seperti perkataan Sayyidi Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Barangsiapa yang menyerukan aku “Ya Samman” 3 kali ketika mendapat kesusahan, niscaya aku akan datang menolongnya.”
Syekh Samman al-Madani meninggal dunia pada hari Rabu 2 Dzulhijjah tahun 1189 H, dan dimakamkan di pemakaman Baqi’ bersandingan dengan maqam  para Istri Rasulullah. Para ualam mengatakan bahwa barangsiapa yang melazimkan membaca Manaqib Sayyidi Syekh Samman (Ratib Samman) berjamaah dengan orang banyak dan membaca al-Qur’an serta bertahlil kemudian bersedekah semampunya dan pahalanya dihadiahkan kepada Sayyidi Syekh Samman, niscaya ia akan dimudahkan rizqinya oleh Allah Swt.

Disarikan dari berbagai sumber.

Sya’roni as-Samfuriy, Indramayu 09 Muharram 1434 H
http://biografiulamahabaib.blogspot.co.id/2012/11/manaqib-syekh-samman-al-madani-al-hasani.html

SYEIKH ABDUS SAMAD AL-FALIMBANI
Syeikh Abdus Shamad Al-Falimbani ulama sufi penegak jihad
Koleksi tulisan Allahyarham WAN MOHD. SHAGHIR ABDULLAH
Bahagian (1)

Sejarah mengenai Syeikh Abdus Shamad ini terlalu banyak panjang untuk dibincangkan, sama ada mengenai asal-usul beliau, pendidikan, karya-karya, keturunan dan sebagainya.
Oleh itu, artikel ini merupakan bahagian pertama yang hanya meliputi pengenalan awal mengenai nama ayah dan pendidikan beliau sahaja. Selebihnya akan dibincangkan pada bahagian selanjutnya.
Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani, pertama kali penulis perkenalkan dalam majalah Dian bilangan 100, Ogos 1977. Sumber awal yang dibicarakan sebahagian besar adalah berdasarkan cerita yang mutawatir yang didengar di Kepulauan Riau, Patani dan Kalimantan Barat. Yang bersumberkan bahan bertulis hanyalah berdasarkan berbagai-bagai edisi cetakan karyanya, maupun manuskrip simpanan penulis yang dipusakai dari Syeikh Ahmad al-Fathani.
Bahan itulah sebagai dasar utama penulis melakukan penyelidikan sehingga tulisan penulis dimuat dalam majalah Dian itu.
Terdapat banyak kisah yang ditulis oleh sarjana tempatan dan luar negeri tentang ulama yang berasal dari Palembang, Sumatera ini. Antaranya artikel penulis dalam majalah Dian tersebut, Al-Tarikh Salasilah Negeri Kedah karya Muhammad Hassan bin Dato’ Kerani Muhammad Arsyad (Dewan Bahasa dan Pustaka,1968), Syamsuddin bin Siddiq yang membuat tesis tentang Hidayatus Salikin, dan Dr. Mahmud Saedon bin Awang Othman dalam kertas kerjanya untuk Seminar Sufi Peringkat Kebangsaan.
Malahan penulis sendiri menerbitkan sebuah buku kecil berjudul Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani,Shufi Syahid fi Sabilillah (1983).Setelah itu menyusul pula buku Mengenal Allah Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Shamad al-Palimbani oleh Dr.M.Chatib Quzwan(1985). Dan berbagai-bagai buku lain, terakhir sekali buku Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII oleh Dr. Azyumardi Azra, tahun 1994.
Bagi penulis keseluruhan buku mengenai Syeikh Abdus Shamad yang diproses oleh para sarjana itu tidak banyak diperoleh bahan baru, kerana apa yang mereka bicarakan hanyalah berdasarkan tulisan yang telah ada dan tidak menemukan karya-karya Syeikh Abdus Shamad yang belum dibicarakan selama ini.
Menurut penelitian penulis, ada yang dibicarakan juga banyak bersimpangsiur dan terdapat banyak kekeliruan. Oleh itu penulis muncul kembali dengan buku Syeikh Abdus Shamad Palembang Ulama Shufi Dan Jihad Dunia Melayu terbitan pertama Khazanah Fathaniyah, Kuala Lumpur, 1996. Dalam buku tersebut di beberapa halaman adalah sanggahan dengan tujuan untuk perbandingan, demi lebih meluruskan jalan sejarah yang sebenarnya.
Mengenali nama ayahnya
Terdapat banyak percanggahan berkenaan nama ayah kepada ulama ini. Pada penyelidikan awal, penulis menemui nama orang tua Syeikh Abdus Shamad Falimbani itu adalah Syeikh Abdul Jalil al-Mahdani dan Faqih Husein al-Falimbani. Maka dalam penyelidikan selanjutnya, penulis jumpai pula nama ayahnya selain Syeikh Abdul Jalil al-Mahdani dan Faqih Husein al-Falimbani itu. Nama-nama lain itu ialah: Abdur Rahman al-Jawi al-Falimbani. Maklumat ini pertama sekali penulis jumpai hanya pada Hidayatus Salikin terbitan Al-Ahmadiah Press, Singapura, tanpa menyebut tahun cetakan, berdasarkan satu naskhah yang dijumpai di Banjar.
Pada cetakan itu pentashhihnya juga disebutkan ialah Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani sebagaimana cetakan-cetakan lainnya. Sedangkan Hidayatus Salikin terbitan lainnya tidak menyebut nama orang tua Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani itu. Hal ini bersamaan pula dengan manuskrip salin semula judul Zahratul Murid yang terdapat di Pusat Islam Malaysia. Manuskrip Zahratul Murid yang ada dalam simpanan penulis juga menyebut nama orang tuanya Abdur Rahman al-Jawi al-Falimbani.
Tetapi dalam karya beliau judul yang sama, salinan Hj. Muhammad Husein bin Abdul Latif (Tok Kelaba al-Fathani) menyebut bahawa nama orang tua Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani ialah Syeikh Abdullah al-Jawi al-Falimbani, tidak Abdur Rahman al-Falimbani al-Jawi dan tidak pula dua nama yang terdahulu (Faqih Husein al-Falimbani dan Syeikh Abdul Jalil al-Mahdani).
Manuskrip Zahratul Murid yang tersimpan di Muzium Nasional Jakarta, nampaknya serupa dengan salinan Tok Kelaba al-Fathani, iaitu orang tuanya bernama Abdullah al-Jawi al-Falimbani.
Nama ayah Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani dinyatakan ialah Abdur Rahman al-Jawi al-Falimbani, juga tersebut pada cover cetakan kitab itu oleh Matba’ah at-Taraqqil Majidiyah al-‘Itsmaniyah, Mekah, tahun 1331 H/1912 M, ditashhih oleh Syeikh Idris bin Husein al-Kalantani, iaitu murid kepercayaan Syeikh Ahmad al-Fathani. Dipercayai ada cetakan yang lebih awal dari cetakan ini yang diusahakan oleh Syeikh Ahmad al-Fathani yang dicetak oleh Matba’ah al-Miriyah al-Kainah, Mekah dalam tahun 1300 H/1882 M.
Juga nama ayahnya Abdur Rahman al-Jawi al-Falimbani tersebut pada mukadimah risalah Ilmu Tasauf, manuskrip koleksi Pusat Manuskrip Melayu Perpustakaan Negara Malaysia. Nama Abdur Rahman al-Jawi al-Falimbani juga disebut pada banyak halaman dalam karya Syeikh Muhammad Yasin bin ‘Isa al-Fadani (Padang) berjudul Al-‘Iqdul Farid min Jawahiril Asanid dan Balughul Amani.
Nama ayah Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani adalah Syeikh Abdur Rahman al-Jawi al-Falimbani, dari sumber Melayu sendiri selain sumber-sumber yang penulis sebutkan di atas. Juga disebut oleh salah seorang murid beliau bernama Haji Mahmud bin Muhammad Yusuf Terengganu, dalam salah sebuah salinan karya Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani. Tokoh tersebut sangat banyak membuat salinan pelbagai judul manuskrip.
Berbeza
Susur galur keturunan Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani sampai saat ini baru dijumpai dua sumber yang agak lengkap walaupun antara kedua- duanya sangat berbeza. Kedua-dua sumber itu ialah: Al-Tarikh Salasilah Negeri Kedah, yang mengemukakan bahawa Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani bin Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh 'Abdul Wahhab bin Syeikh Ahmad al-Mahdani.
Dalam Bulughul Maram karya Syeikh Muhammad Yasin Padang pula dijumpai bahawa Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani bin Abdur Rahman bin Abdullah bin Ahmad al-Falimbani. Namun pada beberapa halaman lain oleh pengarang dalam buku yang sama dinyatakan: Syeikh Abdus Shamad bin Abdur Rahman bin Abdul Jalil al-Falimbani. Penulis tidak dapat mengesan dengan pasti apa sebab persoalan ini boleh berlaku, nama ayahnya berbeda-beda dan nama-nama ayah ke ayah pula terjadi demikian seperti yang telah disalinkan di atas.
Nama yang digunakan di makam yang terletak di Tanjung Pauh, Jitra, Daerah Kubang Pasu, Kedah ialah Syeikh Abdul Jalil, bukan nama yang lainnya. Sungguh pun di makamnya memakai nama Syeikh Abdul Jalil, namun jika diperhatikan dengan perbandingan ternyata jumlah maklumat yang menyebut nama ayah beliau Abdur Rahman al-Jawi al-Falimbani lebih banyak dari nama-nama lain seperti yang disebutkan di atas.
Selama ini semua penulis hanya mengenal bahawa di hujung nama Syeikh Abdus Shamad biasa ditambah dengan perkataan ‘al-Falimbani’, iaitu yang dinisbahkan/dibangsakan bahawa beliau berasal dari Palembang. Akan tetapi dalam sebuah manuskrip al-‘Urwatul Wutsqa karya beliau, ternyata beliau menyebut di hujung namanya dengan ‘al-Fathani’.
Pada beberapa halaman al-‘Iqdul Farid, Syeikh Yasin Padang menyebut di hujung nama beliau dengan ‘al-Asyi asy-Syahir bil Falimbani’, yang maksudnya bahawa dinisbahkan/dibangsakan berasal dari Aceh yang masyhur berasal dari Palembang.
Pendidikan
Syeikh Abdus Shamad mendapat pendidikan asas dari ayahnya sendiri, Syeikh Abdul Jalil, di Kedah. Kemudian Syeikh Abdul Jalil mengantar semua anaknya ke pondok di negeri Patani. Zaman itu memang di Patani lah tempat menempa ilmu-ilmu keislaman sistem pondok secara yang lebih mendalam lagi.
Mungkin Abdus Shamad dan saudara-saudaranya Wan Abdullah dan Wan Abdul Qadir telah memasuki pondok-pondok yang terkenal, antaranya ialah Pondok Bendang Gucil di Kerisik, atau Pondok Kuala Bekah atau Pondok Semala yang semuanya terletak di Patani.
Di antara para gurunya di Patani, yang dapat diketahui dengan jelas hanyalah Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok. Demikianlah yang diceritakan oleh beberapa orang tokoh terkemuka Kampung Pauh Bok itu (1989), serta sedikit catatan dalam salah satu manuskrip terjemahan Al-‘Urwatul Wutsqa, versi Syeikh Abdus Shamad bin Qunbul al-Fathani yang ada dalam simpanan penulis. Kepada Syeikh Abdur Rahman Pauh Bok itulah sehingga membolehkan pelajaran Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani dilanjutkan ke Mekah dan Madinah. Walau bagaimana pun mengenai Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani belajar kepada Syeikh Abdur Rahman Pauh Bok al-Fathani itu belum pernah ditulis oleh siapa pun, namun sumber asli didengar di Kampung Pauh Bok sendiri.
Sistem pengajian pondok di Patani pada zaman itu sangat terikat dengan hafalan matan ilmu-ilmu Arabiyah yang terkenal dengan ‘llmu Alat Dua Belas’. Dalam bidang syariat Islam dimulai dengan matan-matan fiqh menurut Mazhab Imam Syafie. Di bidang tauhid dimulai dengan menghafal matan-matan ilmu kalam/usuluddin menurut faham Ahlus Sunah wal Jamaah yang bersumber dari Imam Syeikh Abul Hasan al-Asy’ari dan Syeikh Abu Mansur al-Maturidi.
Setelah Syeikh Abdus Shamad banyak hafal matan lalu dilanjutkan pula dengan penerapan pengertian yang lebih mendalam lagi. Sewaktu masih di Patani lagi, Syeikh Abdus Shamad telah dipandang alim, kerana beliau adalah sebagai kepala thalaah (tutor), menurut istilah pengajian pondok. Namun ayahnya berusaha mengantar anak-anaknya melanjutkan pelajarannya ke Mekah. Memang merupakan satu tradisi pada zaman itu walau bagaimana banyak ilmu pengetahuan seseorang belumlah di pandang memadai, jika tak sempat mengambil barakah di Mekah dan Madinah kepada para ulama yang dipandang Wali Allah di tempat pertama lahirnya agama Islam itu.
Keturunan
Mengenai pengajiannya di Mekah dan Madinah sumber yang paling pertama diketahui ialah tulisan Syeikh Abdur Rahman Shiddiq, keturunan Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari, ditulisnya dalam Syajaratul Arsyadiyah. Menurut beliau, bahawa Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani, belajar di Mekah sekitar 30 tahun dan di Madinah 5 tahun bersama kawan-kawannya. Mereka ialah Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari penyusun kitab Sabilul Muhtadin yang terkenal, Syeikh Abdul Wahab Pang-kajene (Sidenreng Daeng Bunga Wardiah) Bugis, Syeikh Abdur Rahman al-Masri, Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari, Syeikh Muhammad Ali Aceh, Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani dan ramai lagi.
Sahabat-sahabat Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani sewaktu melanjutkan pelajaran di Mekah selain yang tersebut itu sangat ramai, di antara nama mereka telah penulis sebut dalam buku Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari Pengarang Sabilal Muhtadin. Mengenai para gurunya di Mekah, selain yang diketahui umum, dalam sebuah manuskrip disebutkan bahawa Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani, Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari dan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani pernah belajar daripada Syeikh Muhammad Zain bin Faqih Jalaluddin Aceh di Mekah. Para ulama besar yang pernah mendidik Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani selama berada di Mekah dan Madinah selain yang tersebut dapat dirujuk kepada buku penulis Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari ... tersebut di atas, lihat hlm. 14-15, sanad-sanadnya dari hlm. 16 sampai 27. Namun masih ada beberapa guru Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani yang berasal dari Palembang dan sanad beberapa ilmu yang tidak tersebut dalam buku penulis itu. Hal ini kerana ada beberapa ilmu yang mereka tidak belajar secara bersama-sama.
Menurut Syeikh Yasin Padang dalam beberapa bukunya yang telah disebutkan, bahawa hampir semua ilmu nampaknya Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani menerima dari al-Mu’ammar Aqib bin Hasanuddin bin Ja’far al-Falimbani. Ulama yang berasal dari Palembang ini tinggal di Madinah. Beliau berguru dengan ramai ulama, namun di antara gurunya termasuklah ayah saudaranya bernama Thaiyib bin Ja'far al-Falimbani. Thaiyib bin Ja’far belajar dengan ayahnya Muhammad bin Badruddin al-Falimbani.
Tulisan Syeikh Yasin Padang yang mengatakan Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani belajar dengan Syeikh Muhammad Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani itu bertentangan dengan tulisan Syeikh Muhammad Azhari ibnu Abdullah al-Jawi al-Falimbani. Kenyataan ulama ini ialah, “... telah mengambil talqin zikir ini oleh faqir Muhammad Azhari ibnu Abdillah al-Falimbani. [Ia] mengambil daripada asy-Syeikh Abdullah bin Ma’ruf al-Falimbani, [Ia] mengambil daripada asy-Syeikh Muhammad Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani, [Ia] mengambil daripda asy-Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani ...”.
Jika kita berpegang kepada Syeikh Yasin Padang bererti Syeikh Abdus Shamad adalah murid Syeikh Muhammad Aqib. Sebaliknya jika kita berpegang kepada Syeikh Muhammad Azhari bin Abdullah bin Muhammad Asyiquddin bin Safiyuddin Abdullah al-Alawi al-Husaini al-Falimbani, bererti Syeikh Abdus Shamad adalah guru kepada Syeikh Muhammad Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani.
Bersambung…
Mengenal Syeikh Abd al-Samad al-Jawi al-Palimbani dan Ajaran Suluknya (Bagian Pertama)
A+ A-
Print Email

Membaca sejarah orang-orang shaleh yang sudah mendahului kita sangatlah dianjurkan apalagi ulama-ulama    shaleh yang terkenal sebagai  penegak  kalimah Laa ILaha ILallah  agar  dapat  diambil hikmahnya guna meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Di dalam kitab Bughyat al_Mustarsyidin, hlm. 97:

وَقَدْ وَرَدَ فِي اْلَاثَرِ عَنْ سَيِِّدِ الْبَشَرِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قاَلَ :مَنْ وَرَّخَ مُؤْمِناَ فَكَأَنمَّاَ اَحْياَهُ وَمَنْ قَرَأَ تاَرِيْخَهُ فَكَأَنمَّاَ زَارَهُ فَقَدْ اسْتًوْجَبَ رِضْوَانَ اللهِ فيِ حُزُوْرِ الْجَنَّةِ.

Tersebut dalam surat atsar: Rasulullah S.A.W. pernah bersabda: Siapa membuat/membaca sejarah orang mukmin ( yang sholeh dan sudah meninggal ) sama saja menghidupkan kembali; siapa memmbacakan sejarahnya seolah-olah ia sedang  mengunjunginya, Allah akan memberikan surga.
Kesempatan kali ini riwayat yang ditulis adalah mengenai salah seorang ulama nusantara  yakni Syeikh Abd al-Samad al-Jawi al-Palimbani.

RIWAYAT HIDUP AL-PALIMBANI

Abd al-Samad al-Jawi al-Palimbani adalah orang Indonesia yang  berasal dari Palembang. Ia adalah putra Syekh Abd Jalil bin Syekh Abd al-Wahab bin Syekh Ahmad al-Madani dari Yaman yang diangkat
menjadi mufti negeri Kedah, dengan istrinya Raden Ranti dari Palembang. Sebelum ia kawin di Palembang, Syekh Abd Jalil telah kawin di Kedah, dan dari perkawinan tersebut ia mendapat dua orang putra yaitu Wan Abd al-Qadir dan Wan Abdullah.  Tetapi Abd al-Samad lebih tua dari kedua saudara seayahnya, karena keduanya lahir setelah Syekh Abd al-Jalil  pulang tiga tahun setelah kepergiannya ke Palembang, di mana ia kawin lagi dan mendapat seorang  putra yang bernama Abd Samad. Selanjutnya Abd Samad dan saudaranya Wan Abd al-Qadir diantar ke Mekkah, sehingga akhirnya ia dikenal dengan sebutan Syekh Abd Samad al-Palimbani, dan saudaranya tersebut diangkat menjadi mufti negeri Kedah, menggantikan ayahnya. (Chatib Quzwain, 9)

Penobatan Sultan Kedah terjadi pada tahun 1112 H/1700 M. Tidak lama kemudian, Syekh Abdul Jalil diangkat menjadi mufti dan dikawinkan dengan Wan Zainab, putri  Dato Sri Maharaja Dewa. Tidak berapa lama setelah perkawinan itu mereka melahirkan anak, Syekh Abd al-Jalil dijemput oleh utusan dari Palembang untuk berkunjung ke sana melepaskan rindu kepada murid-muridnya yang sudah sangat lama ditinggalkan. 
Berdasarkan keterangan ini, al-Palimbani lahir di Palembang sekitar tiga atau empat tahun setelah 1112 H/1700 M. Menurut catatan yang terdapat dalam kitab Sair al-Salikin, kitab tersebut mulai ditulisnya pada tahun 1193 H/1779 M. (Abd Samad Al-Palimbani, TT : 3). 

Menurut Yusuf Halidi, al-Palimbani menuntut ilmu di Mekkah bersama-sama dengan Muhammad Arsyad al-Banjari, Abdul Wahab Bugis dari Sulawesi Selatan dan Abdul Rahman Masri dari Jakarta, “empat serangkai” yang kemudian sama-sama belajar  thariqat di Madinah kepada Syeikh Muhammad  al-Samman, dan akhirnya mereka bersama-sama pula pulang ke daerah mereka masing-masing di Indonesia. (Yusuf Halidi, 1980 : 33) 


Tasawuf merupakan bidang spesialisasi Al-Palimbani, sehingga dalam Sair al-Salikin, ia menyebut lebih dari seratus kitab tasawuf serta mengklasifikasinya menurut isi masing-masing kitab tersebut. Ada yang dianggapnya boleh dibaca oleh orang yang masih berada di tingkat permulaan (mubtadi), ada yang merupakan bacaan orang yang sudah mencapai tingkat pertengahan (mutawassith) dan ada pula yang hanya boleh dibaca oleh orang yang sudah mencapai tingkat penghabisan (muntahi) saja. 

Al-Palimbani mengambil Tarekat al-Khalwatiyah melalui Syekh Muhammad al-Samman di Madinah,  yang selanjutnya dikenal sebagai pendiri Tarekat Sammaniyah. Dalam tulisan-tulisannya, khususnya dalam Hidayat al-Salikin dan Sair al-Salikin, ia selalu menyebut dirinya sebagai murid dari Syekh Muhammad al-Samman al-Madani.  Mengenai karya tulis Al-Palimbani, ada beberapa kitab seperti yang penulis kutip dari Chatib Quzwain diantaranya
(1)  Hidayat alSalikin,
(2) Sair al-Salikin,  yang secara berurutan merupakan terjemahan dari  Bidayat al-Hidayat  dan  Lubab Ihya’ Ulum al-Din  – Karangan AlGhazali,
(3) Zahrat al-Murid fi Bayan Kalimat al-Tauhid,
(4) Nasihat alMuslimin wa Tazdkirat al-Mu’minin fi Fadha’il al-Jihad fi Sabilillah, (6), Al-‘Urwat al-Wutqa wa Silsilat Uli al-Ittiqa,
(7) Ratib Abd al-Samad alPalimbani (Chatib Quzwain, 22 – 30).

Pokok-pokok Ajaran Suluk al-Palimbani

a. Taubat

Al-Palimbani memandang taubat sebagai langkah pertama yang harus diambil oleh setiap orang yang ingin menempuh jalan ini. Menurut dia  taubat  merupakan jalan bagi orang yang  salik yang menyampaikannya untuk berbuat ibadah yang sempurna yang menyampaikan kepada  makrifah  Allah. (Abd Samad Al-Palimbani, TT : 3) di samping itu, ia juga menerangkan tentang taubat  yakni “Suatu makna yang bersusun daripada tiga perkara :  ilmu, hal, dan fi’il, yakni perbuatan”. 
Menurut dia, taubat adalah suatu kewajiban agama yang harus dilakukan oleh setiap orang yang melakukan perbuatan dosa.  Untuk mendapat kebulatan tekad dalam bertaubat itu, harus dilakukan tiga hal :
- Pertama, “bahwa maksiat yang membawa kepada dosa sangat keji dan sangat jahat kepada Allah dan kepada manusia”. - Kedua, harus diingat “betapa beratnya siksaan  Allah SWT dan Allah sangat murka atas orang yang berbuat maksiat”. - Ketiga, harus diingat kelemahan diri untuk “menanggung siksa yang sangat sakit di akhirat” nanti. (Al-Palimbani, Jilid IV : 7 – 8).  Menurut Al-Palimbani, taubat itu terbagi dalam tiga tingkatan :
- Pertama, taubat orang  awam;
- Kedua, taubat orang  khawash;
- Ketiga, taubat orang  khawash al khawash.
Taubat dari “maksiat yang zahir, merupakan taubat tingkatan pertama seperti berzina, membunuh, merampas, mencuri dan sebagainya;
Taubat yang kedua yakni orang  khawash taubat dari “maksiat batin” seperti ujub, ria, takabur, hasad  dan sebagainya;
sedangkan orang  khawash al khawash, taubat dari segala yang terlintas di dalam hatinya yang lain dari pada Allah SWT, karena ibadah mereka itu senantiasa hadir hati kepada Allah SWT dan mengekali pada tiap-tiap masa (waktu) itu dengan  dzikrullah  (ingat kepada Allah) di dalam hati dan  syuhud (memandang dalam hati) akan Allah Taala. 
Tingkat taubat yang ketiga  ini, nampaknya bukan lagi “permulaan jalan bagi orang yang salik” karena orang yang bertaubat dari segala yang terlintas di dalam hati selain Allah itu adalah orang khawash al khawas,  yang setiap waktu mengingat Allah, bahkan memandang-Nya. Dengan kata lain, taubat pada tingkat ketiga ini adalah taubat orang yang sudah sampai ke puncak  makrifah yang berada di ujung jalan orang sufi,  yang hanya dicapai oleh seorang salik yang telah menempuh perjalanan panjang.

Pada tahap permulaan maqam taubat dalam perjalanan seorang salik  hanya meliputi taubat orang awam dan taubat orang khawash, yang masih bergulat melawan hawa nafsu untuk membebaskan diri dari “maksiat  lahir” dan “maksiat  batin.” Tetapi perjuangan ini pun belum dapat dirampungkan pada maqam taubat, karena maksiat batin hanya terhapus setelah seorang  salik berada pada  maqam zuhud.
Menurut al-Palimbani, dosa-dosa batin “tersimpan” dalam sepuluh perkara sebagai  berikut :
1. Banyak makan
2. Banyak berkata-kata,
3. Pemarah,
4. Dengki,
5. Kikir dan cinta harta
6. Cinta kemegahan dan kebesaran
7. Cinta dunia,
8. Tinggi hati,
9. Uzub,
10. Ria
 Sepuluh macam dosa ini, merupakan sebagian dari dosa besar yang ada di dalam hati. Di samping itu ada empat macam dosa besar yang termasuk dalam dosa bathin yaitu :
1. Menyekutukan Allah,
2. Mengekalkan berbuat maksiat,
3. Putus asa dari rahmat Allah,
4. Tidak takut siksa Allah.
 Perasaan “Cinta dunia” itu akan terhapus setelah seorang salik mencapai  maqam zuhud; tetapi sebelum sampai ke sana ia harus melewati  maqam takut dan harap,  yang erat hubungannya dengan kejiwaan seorang salik yang masih berada dalam tahap permulaan.
             
b. Takut dan Harap
 Pada tahap tertentu,  takut dan  harap sangat dominan dalam diri seorang  salik sehingga merupakan  maqamnya. Hal ini terjadi pada tahap permulaan, tetapi sebagaimana  halnya dengan maqamat
yang lain,  takut dan  harap ini pun menurut dia masing-masing dikatakan  maqam  bagi seorang salik apabila perasaan-perasaan ini mantap di dalam dirinya; kalau  hanya dirasakan pada saat-saat tertentu saja, hal itu termasuk ahwal.    Semakin dalam ilmu seseorang mengenai Tuhan dan mengenai dirinya, semakin tinggi pula rasa takutnya kepada Allah. Rasa takut kepada Allah dapat membebaskan seseorang dari takut pada
yang lain, bahkan melahirkan suatu  kepribadian yang disegani oleh semua orang. Dalam hal ini, Al-Palimbani mengutip hadits Nabi SAW : “Barang siapa takut akan Allah Taala niscaya takut akan dia oleh tiap-tiap sesuatu; dan barang siapa takut yang lain daripada Allah niscaya takut ia daripada tiap-tiap sesuatu”. Lebih penting lagi,
rasa takut kepada Allah akan  membawa seseorang untuk banyak berzikir kepada Allah dan melazimkan hadir hati kepada Allah Taala” membanyakkan dzikir akan melazimkan  mahabbah (cinta) Allah” yang membawa jinak hati kepada  Allah Taala;  semuanya itu membawa kepada makrifah Allah; dan tiada yang terlebih afdhal dan
mulia di dunia dan di akhirat melainkan makrifah akan Allah Taala. Dengan kata lain,  takut kepada Allah adalah suatu  maqam yang melahirkan maqamat sesudahnya yang akan menyampaikan seorang salik kepada makrifah.
 Tetapi, sebagaimana halnya rasa takut, rasa harap ini pun pada tahap tertentu dapat menguasai perasaan seorang  salik sehingga ia memiliki  maqam harap (raja’). Tetapi dua  maqam  ini menurut AlPalimbani, tidak ada yang lebih utama dari yang lain. “Khauf (takut) dan  raja’ (harap) menurutnya  seperti roti dan air; jikalau sangat
dahaga, maka air lebih afdal. Apabila seseorang putus asa dari rahmat Allah, maka  raja’ lebih afdhal baginya. Mana yang lebih utama antara takut dan harap, yang menentukan adalah keadaan orang yang bersangkutan.
 Amal perbuatan yang dikerjakan atas dasar harap pada dasarnya derajatnya lebih tinggi dari yang dilakukan atas dasar takut, bahkan rasa  harap itu sendiri lebih tinggi derajatnya daripada rasa takut, demikian dikatakan oleh Al-Palimbani. Menurutnya, hal ini diisyaratkan oleh Hadits nabi SAW : “Jangan mati seseorang  melainkan dia berbaik sangka pada Allah Taala” yakni membanyakkan  harap akan keridhaan Allah. Dengan demikian,
harap  kepada Allah itu adalah suatu  maqam yang lebih tinggi dari pada  pada  maqam takut, karena hal itu lebih dekat kepada  maqam cinta (mahabbah). Sebagaimana halnya  maqam takut,  maqam harap  ini pun dianggap lahir dari  ilmu.
Kalau yang pertama lahir dari ilmu seseorang mengenai siksaan Allah terhadap orang yang maksiat, rasa harap ini menurut Al-Palimbani dapat diperkuat dengan “memikirkan nikmat  yang diberikan oleh Allah Taala” yang tidak terhingga banyaknya.
Namun keduanya melahirkan buah yang sama, yakni  ketaatan mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Orang yang sudah mencapai tingkat makrifah, yakni orang arif,berada di  maqam cinta (mahabbah), tingkat para aulia Allah yang menurut Al-Qur’an “Tiada lagi bagi mereka rasa takut dan mereka pun tiada bersedih”. Tetapi untuk mencapai  maqam cinta  kepada Allah itu masih ada beberapa  maqam lagi yang harus dilalui; diantaranya adalah maqam zuhud.

(bersambung ke bagian Kedua)

(Ditulis ulang oleh: Dokumen Pemuda TQN Suryalaya News, sumber: http://digilib.sunan-ampel.ac.id, dari Tulisan Karya : Hasni Noor,S2  IAIN Antasari Banjarmasin Tahun 2004, Dosen Dpk pada Universitas Islam Kalimantan )
(dokumenpemudatqn.com)
Powered by Blogger.

Thank's To Follow

Total Pageviews

Popular Posts