Monday, April 25, 2016



    Puluhan ribu ulama yang besar-besar yang bermazhab dengan mazhab Imam Besat Asy Syafi’iy sejak lahirnya mazhab ini hingga sampai pada masa kini bahkan insya Allah akan tetap sampai akhir zaman nanti.
    Sekalipun ulama-ulama ini mempunyai keahliannya masing-masing dalam bidang ilmu pengetahun agama namun tentang aman ibadat mereka sehari-hari tetap berpedoman kepada keputusan hukum yang telah diistbatkan (dikeluarkan) oleh Imam Syafi’iy dari sumbernya yaitu kitabullah dan sunnah RasulNya. Tidak ada lagi pada mereka penambahan ataupun pengurangan dari hukum-hukum yang telah ditetapkan.
   
Seperti shalat tarawih sunat 20 rakaat. Talqin mayat sunat sesudah dikebumikan. Niat shalat wajib dalam takbiratul ihram, mengangangkat tangan sunat waktu mebaca doa dan lain-lain. Kesemua bentuk amalan ini dikerjakan oleh mereka itu dan ditulis lagi dalam kitab-kitab karya mereka semoga dapat dibacakan oleh umat manusia dalam sepanjang abad.

Diantara ulama-ulama yang bermazhab (taqlid) kepada mazhab Imam Besar As Syafi’iy, yaitu :

1.    At Turmuziy (perawi hadist yang tekenal dikalangan ulama-ulama)
2.    Al Bukhariy (perawi hadist yang tak tertandingi)
3.    Al Junaid Al
4.    Abu Daud (perawi hadist yang cukup berjasa)
5.    Ad Thibraniy (pujangga hadist yang tak pernah ketinggalan)
6.    Al Asy’ariy (pujangga dalam bidang ketauhidan)
7.    Ad Daraquthuniy (perawi hadist yang selalu disebut namanya)
8.    Al Baihaqiy (juga perawi hadist yang ulung)
9.    Imam Al Haramain (ulama besar dalam ilmu Fiqh)
10.    Al Qusyairiy (ahli ilmu sejarah dan tafsir)
11.    Iman Al Ghazaliy (filosof dan ahli tasawuf yang terbesar)
12.    Al Baghawiy (ahli tafsir)
13.    Ar Rafi’iy (seorang ahli tentang mufti hukum)
14.    An Nawawiy (seorang ulama fuqaha yang dikenal oleh umat muslimin)
15.    Ibnu Kastir (ahli tafsir dan pengarang tafsir Ibnu Kastir)
16.    Ibnu Hajar Al’Alqalaniy (ahli hadist dan pengarang)
17.    Ibnu Hajar Al Haitamiy (Ahli Fiqh dan pengarang)
18.    An Nasa iy (perawi hadistjuga deretan Abu Daud No 4 diatas)
19.    Ratusan bahkan ribuan lagi ulama-uama yang tidak terhitung nama-namanya yang sudah hidup dan wafatnya dalam mazhab Iman Syafi’iy. Kita lihat ulama-ulama itu memang ahli quran dan tafsir, ahli hadist dan perawinya. Akan tetapi, mereka bukan ahli mengisthibatkan dan mengeluarkan hukum-hukum syari’at dari dalam sumbernya itu, yang mereka tafsirkan dan mereka rawikan.

Itulah sebagain kecil nama ulama-ulama yang bermazhab Syafi’iy. Jadi apakah kita yang se-awam ini dan masih bertanya, “Apakah boleh bermazhab atau tidak?” atau kita ingin bertanya kepada ulama-ulama yang sezaman dengan kita? Apakah malu bermazhab sedangkan ulama-ulama besar itu kalau seseorang bukan mujtahid wajiblah bermazhab dan taqlid kita bicarakan pada halaman tentang hukum taqlid.
Oleh karena itu, kami ajak saudara untuk mebaca sebuah kitab yang paling dekat dengan saudara yaitu kitab Ilmu Fiqh karangan H.M Arsyad Thalib Lubis halaman 226, beliau menyebutkan bahwa Bermazhab, manusia secara garis besar terbagi dalam dua gologan, yaitu :

1.    Mujtahid, yaitu alim yang sanggup mengeluarkan hukum-hukum Islam dari sumbernya karena cukup padanya syarat-syarat sebagai mujtahid. Orang alim yang mujtahid tadi itu, wajib mengeluarkan hukum-hukum Islam yang diperlukannya langsung dari sumbernya karena ia mempunyai kesanggupan untuk yang demikian.
2.    ‘Awam atau Aami, yaitu orang banyak yang tidak mempunyai kesanggupan mengeluarkan hukum-hukum Islam langsung dari sumbernya karena syarat-syarat mujtahid tidak cukup padanya. Orang ‘awam itu wajib bertanya kepada ulama mujtahid mengenai sesuatu hukum Islam yang diperlukannya karena ia tidak sangup mengeluarkan langsung dari sumbernya dengan sendirinya. Jika ulama yang mujtahid tidak dijumpai maka ia harus bertanya kepada orang alim yang dipercaya yang dapat menerangkan hukum-hukum Islam yang telah dikeluarkan oleh ulama mujtahid itu. Apabila ia mengikuti hukum-hukum Islam yang jadi pendapat mujtahid tersebut,  dinamakan bermazhab (bertaqlid). Demikian H.M Aryad Thalib Lubis.
Mudah-mudahan dengan adanya semua penjelasan-penjelasan yang sudah tertera dalam buku ini , nyatalah kepada kita bahwa :
1.    Dalam bidang keimanan dan kepercayaan tidak boleh bertaqlid kepada orang lain selama akal masih dimilikinya. Akan tetapi, jika akal tidak ada maka ia bebas dari hukum…(gila)
2.    Dalam bidang ibadat ataupun mu’amalat kalau ia memang seorang mujtahid tidak dibenarkan kepadanya taqlid melainkan wajib atasnya berijtihad sendiri.
3.    Bagi orang yang tidak mampu untuk mengeluarkan hukum-hukum Islam dari sumbernya, wajiblah atas dirinya bertaqlid kepada ulama mujtahid atau kepada orang yang telah mengetahui hukm-hukum Islam yang sudah dikerluarkan oleh ulama mujtahid.
InsyaAllah kita akan selamat dari semua gangguan-gangguang yang kemungkinan datangnya dari siapa saja. Wallahu A’lam


0 comments:

Powered by Blogger.

Thank's To Follow

Total Pageviews

Popular Posts